Bisnis.com, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kembali buka suara mengenai rencana pemerintah setop ekspor gas ke luar negeri.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi mengatakan bahwa saat ini kebijakan dari pemerintah Indonesia memang memprioritaskan gas hasil dalam negeri untuk kebutuhan domestik.
"Mengenai larangan ekspor [gas], bahwa memang kebijakan kita adalah memanfaatkan untuk domestik," kata Kurnia di Gedung SKK Migas dikutip, Rabu (19/7/2023).
Kurnia kemudian mengatakan bahwa sedang melakukan upaya guna mendorong pemanfaatan dari gas untuk nantinya digunakan oleh konsumen dalam negeri.
"Kita akan mendorong industri dalam negeri untuk utilize gas kita, di Papua pabrik urea, methanol di Bojonegoro, ammonia, terus didorong," ujarnya.
Diketahui, pada realisasi salur gas di semester I/2023, saluran gas mencapai 5.308 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) atau lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yaitu 2022 sebanyak 5.326 MMSCFD.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah bakal menghentikan ekspor gas untuk kontrak baru seiring dengan fokus pengembangan industri bernilai tambah tinggi di dalam negeri beberapa waktu tahun terakhir.
Luhut mengatakan, rencana itu masih dimatangkan menyusul tren konsumsi domestik yang belakangan tumbuh signifikan. Dia juga menuturkan bahwa hal tersebut akan segera dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Bertahun-tahun kita ekspor LNG [liquefied natural gas], padahal kita butuh, sudah kita siapkan laporan ke presiden, kontrak yang sudah ada ya sudahlah jalan, tapi yang sudah selesai kita setop,” kata Luhut, Selasa (30/5/2023).
Luhut berpendapat moratorium ekspor itu bakal ikut membantu ongkos produksi gas di dalam negeri yang pada gilirannya ikut mendorong industri domestik lebih kompetitif.
Berdasarkan data milik Badan Pusat Statistik (BPS), volume serta nilai ekspor gas dengan kode HS 2711 itu mengalami penurunan yang cukup signifikan selama 10 tahun terakhir. Sepanjang 2022, volume ekspor tercatat sebanyak 16 juta ton atau merosot 6,76 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kendati demikian, nilai ekspor komoditas itu mengalami kenaikan 31,76 persen sepanjang 2022 di angka US$9,82 miliar akibat disrupsi pasokan global pada periode tersebut jika dibandingkan dengan pencatatan 2021 di level US$7,45 miliar.