Bisnis.com, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) belum mengetahui siapa yang akan mendampingi Harbour Energy untuk pengembangan di Blok Tuna.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah SKK Migas, Benny Lubiantara mengatakan bahwa sampai saat ini pihaknya belum terinformasi terkait dengan rekan kerja dari Harbour Energy setelah ZN Asia Ltd keluar karena sanksi Uni Eropa.
"Memang ZN kan akan walk out sedang proses harbour akan memiliki partner baru siapa terus terang kita belum tahu," kata Benny di Gedung SKK Migas, dikutip Rabu (19/7/2023).
Namun, Benny tidak menutup kemungkinan bila mana nanti yang menggantikan ZN di Blok Tuna untuk menemani Harbour Energy adalah perusahaan minyak milik Indonesia.
Tetapi, hal itu belum dapat dipastikan karena memang untuk saat ini selepas perusahaan asala Rusia tersebut keluar belum diketahui siapa yang akan menjadi pendamping perusahaan asal Ingris di Blok Tuna.
"Perusahaan minyak nasioal bisa juga [dampingi Harbour], tapi sampai saat ini kami belum tau," ujarnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Benny menyebut bahwa Blok Tuna memang menjadi salah satu Blok yang memiliki volume gas yang lumayan besar. Benny mencatat selain gas terdapat juga cadangan minyak yang berada di Blok Tuna ini.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan pendamping baru untuk operator Blok Tuna, Premier Oil Tuna BV, dapat diumumkan paling cepat tahun ini.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan, kepastian itu mesti segera diputuskan untuk merealisasikan rencana pengembangan atau plan of development (PoD) lapangan yang bersinggungan dengan perbatasan Vietnam tersebut. Seperti diketahui, PoD lapangan itu sudah disetujui otoritas hulu migas pada Desember 2022.
“Kita membantu Premier untuk mencari mitranya karena Inggris itu memberi sanksi perusahaannya tidak boleh transaksi dengan perusahaan Rusia, kalau cost recovery itu kan ditanggung bersama, tidak bisa dilakukan,” kata Tutuka kepada Bisnis.com, Senin (3/4/2023).
Komitmen itu disampaikan Tutuka menyusul sanksi yang diberikan Uni Eropa dan Pemerintah Inggris atas operator blok, Premier Oil Tuna BV, anak usaha perusahaan migas Inggris Harbour Energy plc. yang bekerja sama dengan perusahaan pelat merah Rusia untuk mengembangkan blok yang berada di lepas pantai Natuna Timur tersebut.