Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di 5,75 persen.
Ketua Umum Kadin, Arsjad Rasjid, mengatakan inflasi yang rendah dengan suku bunga yang tetap bakal bermanfaat mengurangi beban di dunia usaha. Kondisi tersebut dinilai dapat mendongkrak konsumsi di masyarakat.
Sektor usaha perumahan, industri kendaraan hingga pariwisata bakal sangat terbantu dengan ketetapan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan 5,75 persen selama tujuh bulan berturut-turut.
"Karena ada kepastian suku bunga tidak meningkat," ujar Arsjad saat dihubungi, Selasa (25/7/2023).
Selain memberikan kepastian suku bunga yang stagnan, pengusaha melihat kebijakan Perry Warjiyo dan jajarannya bakal berdampak pada stabilitas nilai tukar rupiah. Hal itu dianggap menguntungkan para industri yang membutuhkan bahan baku impor.
"Kita semua tahu, bahwa lebih dari 70 persen impor Indonesia berupa bahan baku industri," tuturnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Kadin berharap konsistensi BI untuk mempertahankan suku bunga acuan tersebut dapat memberikan dampak terhadap suku bunga kredit perbankan secepatnya. Para pengusaha menunggu-nunggu suku bunga kredit perbankan bisa turun.
"Ini diperlukan untuk mengurangi beban bunga dunia usaha," imbuhnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia hari ini membeberkan alasan mereka mempertahankan suku bunga acuan 5,75 persen selama tujuh bulan berturut-turut.
Menurutnya, keputusan tersebut telah konsisten dengan kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3 +/- 1 persen di tahun 2023 dan 2,5 +/- 1 persen pada 2024.
Kebijakan moneter diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai rupiah, terutama untuk mengendalikan inflasi barang impor. Adapun insentif likuiditas makroprudensial diperkuat untuk mendorong kredit atau pembiayaan dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata dan pembiayaan inklusif dan hijau.
Selain itu, Perry menyebut upaya digitalisasi sistem pembayaran juga didorong untuk perluasan inklusi ekonomi dan keuangan digital.
"Bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran Bank Indonesia tersebut terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Perry.