Bisnis.com, JAKARTA- PT Hutama Karya (Persero) menangkap peluang industri beton di proyek strategis Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) dan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.
Executive Vice President Div Pengembangan Bisnis dan Investasi Hutama Karya, Ekwan Hadyanto mengatakan estimasi kebutuhan produk beton untuk JTTS di luar dari ruas yang telah beroperasi sebesar 21,6 juta meter kubik beton untuk 2.152 km ruas JTTS.
Sedangkan, dari megaproyek IKN, Hutama Karya mengestimasi kebutuhan beton besar 36,3 juta meter kubik beton untuk periode 2022-2045 mendatang.
"Artinya kalau kita melihat peluang, kita gak perlu khawatir, harapannya nanti pergantian pemerintahan pun 2 proyek strategis ini akan berlanjut, sehingga kita akan lebih mempersiapkan diri untuk kita selesaikan dengan efektif," kata Ekwan dalam agenda 'Quo Vadis Industri Beton Nasional: Potensi dan Tantangan dalam Proyek-Proyek Strategis', Rabu (26/7/2023).
Sebagaimana diketahui, Hutama Karya dimandatkan untuk membangun proyek JTTS melalui Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden No. 131/2022.
Beleid tersebut menugaskan Hutama Karya untuk mengerjakan pembangunan 24 ruas Jalan Tol Trans Sumatra sepanjang 2.750 km. Adapun, saat ini sebanyak 596 km telah beroperasi dengan rata-rata biaya pembangunan sebesar Rp137 miliar per km.
Baca Juga
"Kita juga punya kesempatan untuk mengembangkan koridor ekonomi di perkotaan dan pengembangan wilayah-wilayah di seputar Tol Trans Sumatra, jadi kalau lihat itu besar banget potensinya," ujarnya.
Sementara di IKN, Hutama Karya mendapatkan poryek Pembangunan Bangunan Gedung dan Kawasan Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) 2 (Bidang Perekonomian) di Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara senilaiRp766 miliar. Lalu, proyek Jalan Tol IKN Segmen Karangjoang – KKT Kariangau senilai Rp 3,3 Triliun, dan lainnya.
"Kami juga berinisiasi untuk proyek KPBU yang unsolicited, artinya proyek ini create kemudian kita sampaikan ke pemerintah, nanti pemerintah berikan bujet atau insentif berupa available payment," tuturnya.
Namun, di sisi lain, Ekwan melihat ada sejumlah tantangan yang mesti dihadapi industri beton dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku di 2 proyek strategis tersebut. Pertama, sumber daya semen yang bervariasi.
Dengan banyaknya semen yang beredar di pasaran, maka semakin banyak standar semen. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya pengujian kemabli terhadap semen yang akan digunakan agar produk beton yang dihasilkan dapat terjaga mutunya.
"Semen di Indonesia memang secara volume itu cukup memenuhi untuk menjadi source pembangunan, namun variasi produk ini juga menjadi tantangan tersendiri," jelasnya.
Tak hanya itu, perusahaan yang memproduksi beton juga perlu mengimplementasikan semen ramah lingkungan. Untuk diketahui, semen yang ramah lingkungan saat ini yaitu semen OPC (ordinary portland cement) saat ini memiliki kandunga emisi CO2 sebesar 782 kg per ton.
Lebih lanjut, Ekwan melihat tantangan lain yaitu pemenuhan kebutuhan agregat dalam pembangunan JTTS dan IKN. Dalam proyek JTTS, HK menyiapkan UP Stone Crusher yang menyebar di pulau Sumatra sehingga dapat diperoleh agregat yang dibutuhkan dalam campuran beton.
"Kalau yang di IKN terkait dengan agregat ini menjadi tantangan yang sangat menarik, karena di Kalimantan sumber baku yang memenuhi karakteristik untuk beton dapat dikatakan kurang, selain itu, harus didatangkan dari Sulawesi, bahkan pulau Jawa," terangnya.
Di sisi lain, dia melihat IKN juga membutuhkan demarga dengan kondisi yang memenuhi syarat dan peningkatan kapasitas. Hal ini dikarenakan kapasitas jalan nasional di sekitar KIPP yang terbatas sehingga menjadi tantangan dalam jalur logistik.