Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Bakal Impor Gas Bumi, ESDM Kejar Eksplorasi Andaman & Agung

Outlook produksi jangka panjang migas Indonesia bertumpu pada lapangan-lapangan tua dengan risiko eksplorasi yang tinggi, mengancam kelangkaan gas bumi.
Pasokan gas bumi PGN dari PHE Jambi Merang. /Istimewa
Pasokan gas bumi PGN dari PHE Jambi Merang. /Istimewa

Bisnis.com, TANGERANG  — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menanggapi serius proyeksi defisit neraca gas nasional pada 2040 yang disampaikan Indonesian Petroleum Association (IPA) & lembaga riset energi Wood Mackenzie. 

Proyeksi minus yang tertuang dalam paket kebijakan atau white paper ihwal kebijakan investasi hulu migas domestik itu memperkirakan Indonesia bakal menjadi net importir gas dua dekade mendatang menyusul tren susutnya produksi di tengah menguatnya permintaan saat ini. 

“Kalau kami, kalau  berhasil dengan eksplorasi di blok Andaman, Agung, terus juga kembangkan di Warim, saya sih optimistis kalau di 2040  masih oke,” kata Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji saat ditemui selepas panel IPA Convex hari ke-2, BSD Tangerang, Rabu ( 26/7/2023). 

Sebaliknya, Tutuka mengatakan, tantangan utama saat ini justru terletak pada upaya penciptaan pasar untuk menyerap gas di industri hilir dalam negeri. Dia berharap peningkatan kapasitas produksi secara bertahap dapat dimbangi dengan serapan pada pasar domestik. 

Di sisi lain, dia memastikan, Indonesia sudah relatif berbenah dari segi daya saing pada sisi fiskal dan non-fiskal. Kendati demikian, dia mengatakan, pemerintah masih mendorong untuk percepatan revisi Undang-Undang Nomor 22/2001 tentang Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) untuk menarik lebih banyak investasi masif mendatang. 

“Kita mau masuk lagi ke yang lebih dalam, kalau kita berhasil dengan RUU Migas ini, kita terus dorong supaya bisa berhasil, itu akan lebih fundamental lagi untuk perubahan iklim investasi,” kata dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Riset Hulu dan Manajemen Karbon Wood Mackenzie Andrew Harwood mengatakan proyeksi itu ditopang minimnya investasi serta kegiatan eksplorasi di sisi hulu migas Indonesia untuk mengimbangi tren peningkatan permintaan dari dua pasar yang bergeliat saat ini, industri dan pembangkit listrik. 

“Kami lihat hari ini dengan penurunan produksi migas dan tumbuhannya permintaan domestik, Indonesia bisa beralih dari net eksportir gas bumi menjadi net importir,” kata Andrew saat membuka panel IPA Convex hari ke-2, BSD Tangerang, Rabu ( 26/7/2023). 

Wood Mackenzie mengidentifikasi sektor industri menjadi pembeli utama gas bumi domestik dengan pertumbuhan yang agresif beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data milik SKK Migas hingga triwulan pertama 2023, pasokan gas domestik sudah mencapai 67 persen jika dibandingkan dengan pasar ekspor.  

Pada periode itu, pasokan gas untuk domestik mencapai 3.539 BBTUD sementara penjualan luar negeri sebesar 1.776 BBTUD. Mayoritas pembelian domestik ditopang oleh sektor industri, kelistrikan dan pupuk. 

Lewat realisasi permintaan itu, Wood Mackenzie memproyeksikan permintaan dari sektor industri bakal tumbuh signifikan lewat skenario bisnis biasanya (business as usual) dan optimistik masing-masing 4,8 persen dan 10,3 persen tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata investasi (compound annual growth rate/CAGR) untuk beberapa dekade mendatang.  

Sementara itu, tanpa adanya investasi masif untuk sisi eksplorasi dan pengembangan lapangan baru, produksi migas domestik dipastikan bakal berada di bawah target 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (Bscfd) pada 2030 mendatang.  

“Indonesia butuh pendekatan progresif di hulu, ini perlu didekati dan disikapi dengan cepat untuk menjaga ketahanan dan transisi energi di Indonesia,” kata Andrew.  

Seperti diketahui, outlook produksi jangka panjang migas Indonesia bertumpu pada lapangan-lapangan tua dengan risiko eksplorasi yang tinggi. Beberapa lapangan belum kunjung dimonetisasi hingga saat ini.  

Wood Mackenzie memproyeksikan produksi migas domestik bakal mengalami penurunan signifikan 12,6 persen dan 4,3 persen pada skenario bisnis biasanya dan optimistik CAGR.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper