Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Gula Industri Meroket, Pengusaha Mamin Putar Otak Cari Cuan

Pengusaha di sektor makanan dan minuman (mamin) masih dipusingkan dengan permasalahan harga gula rafinasi yang masih tinggi
Pengusaha di sektor makanan dan minuman (mamin) masih dipusingkan dengan permasalahan harga gula rafinasi yang masih tinggi. /Bisnis-Paulus Tandi Bone
Pengusaha di sektor makanan dan minuman (mamin) masih dipusingkan dengan permasalahan harga gula rafinasi yang masih tinggi. /Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha di sektor makanan dan minuman (mamin) masih dipusingkan dengan permasalahan harga gula rafinasi yang masih tinggi dan membuat pengusaha harus memutar otak agar tetap meraup cuan.

Sebelumnya, pada pertengah Mei lalu Gabungan Produsen Makanan dan Minuman (Gapmmi) harga gula mentah berjangka dikabarkan naik dari semula US$19 per pon menjadi US$26 per pon. 

Kenaikan harga gula mentah berjangka ini, kemudian turut mengerek harga gula industri atau gula rafinasi yang diproses dari gula mentah berjangka.

Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman menyebutkan pelaku usaha mamin di sektor industri kecil menengah (IKM) yang paling dipusingkan dengan hal ini. Hal ini dikarenakan menurutnya, daya tahan industri IKM yang rendah juga stok gula yang minim.

“Bahkan mereka membeli gula secara harian dan mingguan, otomatis mau tidak mau kesulitan kalau harga gula tinggi,” tutur Adhi di kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada Selasa (18/7/2023).

Imbas hal ini, menurut Adhi sektor IKM mamin kini sudah mulai mengurangi ukuran produk dan perlahan menaikan harga jual di pasaran guna mempertahankan usahanya.

“Ada beberapa industri kecil yang sesuaikan harga dan kurangi ukuran produk,” tambah Adhi.

Meskipun demikian, Adhi memastikan kenaikan harga gula dunia tersebut belum berdampak pada industri besar di sektor mamin. Hal ini dikarenakan pelaku industri dari perusahaan besar relatif masih menggunakan gula rafinasi yang dipesan pada awal 2023. 

“Saya cek beberapa industri besar kebanyakan tidak menaikkan harga, karena ini industri besar punya kontrak jangka panjang dengan pemasok dan pemasok sudah mengamankan harga yang lalu dari izin impor yang diperoleh,” jelas Adhi.

Terlebih menurut Adhi, di industri berkapasitas besar, kenaikan harga produk memiliki prosedur tersendiri, termasuk mendiskusikannya dengan distributor dan retailer. 

Dengan demikian, Adhi memproyeksikan jika harga gula masih belum melandai hingga akhir tahun ini, pelaku industri terpaksa mengambil langkah yang sama dengan pelaku IKM, yaitu menaikan harga jual produk.

“Secara umum di menengah besar belum bergerak. Karena naik harga gak mudah, harus diskusi dengan ritel dan distributor dan butuh waktu. Perkiraan saya mungkin akhir tahun atau awal tahun baru kita lakukan perubahan-harga tersebut,” tutup Adhi. 

Dalam catatan Bisnis pada Kamis (11/5/2023), Adhi menyebutkan adanya kenaikan harga gula mentah berjangka sebesar 36,84 persen dari semula US$19 per pon menjadi US$26 per pon. 

“Sekarang US$26 sen berarti mungkin per tonnya sekitar Rp5.000-an, kalau diolah lagi bisa jadi diatas Rp10.000 per kg, itu sudah cukup tinggi. Kalau dulu kan harga gula rafinasi itu kalau US$19 sen itu sekitar Rp 3.000 lebih lalu diolah dan dijual lagi jadi gula rafinasi jadi sekitar Rp6.000-Rp7.000 per kg,” jelas Adhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Widya Islamiati
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper