Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) memperkirakan risiko kehilangan transaksi perdagangan impor mencapai triliunan rupiah akibat belum direvisinya PP No. 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian.
Hal ini dikarenakan sejak Desember 2022, importir umum hingga saat ini belum bisa melakukan importasi komoditas seperti ban, besi dan alat-alat pendukung lainnya.
Ketua Umum GINSI Subandi menjelaskan bahwa PP 28/2021 muncul kembali lantaran dikeluarkannya Undang-Undang No. 6/2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja. Dalam PP tersebut, tertulis bahwa ban, besi dan turunannya hanya bisa diimpor oleh importir produsen. Padahal, sebelum PP 28 muncul, importir umum diperbolehkan untuk mengimpor komoditas tersebut.
“Sampai saat ini belom di tanda tangani. Ini juga membuat pelaku usaha khususnya pelaku usaha importasi yang beridentitas importir umum dan juga perusahaan industri manufaktur, tambang dan pelabuhan mengalami yang selama ini kebutuhan material tertentu dari importir umum mengalami kesulitan,” ujar Subandi, Rabu (12/7/2023).
Padahal, kata dia, banyak perusahaan yang setop aktivitasnya lantaran pelaksanaan impor tidak bisa dijalankan.
“Saya juga bingung kok pemerintah sepertinya happy melihat pelaku usaha mengalami kesulitan berusaha dan ribuan karyawan tidak bekerja karena perusahaanya stop sudah sekian bulan, sudah hampir 7 bukan dan bahkan lebih,” ujarnya.
Baca Juga
Lantaran aktivitas yang tersendat tersebut, dia pun memperkirakan transaksi yang hilang mencapai Rp1 triliun lebih per bulan.
“Kita diskusi dengan 150 importir. Kehilangan transaksi dagang mencapai triliunan per bulan. Untuk itu kami mohon kepedulian pemerintah atas kondisi yang di alami pelaku usaha. Sebetulnya dengan tidak di tanda-tanganinya PP ini pemerintah juga dirugikan, baik dari pendapatan pajak barang masuk maupun pemenuhan kebutuhan perusahan-perusahaan yang juga ada milik negara,” jelas Subandi.
Menurutnya, selain revisinya yang di tunggu juga petunjuk teknisnya yang juga pastinya membutuhkan waktu.
“Presiden masih sibuk belum ditandatangan tanda tangan. Ketika ini ditanda tangani sekarang pun harus ada peraturan teknis. Masih panjang nih,” kata Subandi.