Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Subandi menuturkan belum ada dampak signifikan yang dirasakan pengusaha dari anjloknya mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini. Seperti diketahui, rupiah hari ini merosot 0,51 persen ke level Rp15.219 per dolar.
"Sejauh ini belum terlalu dirasakan [dampak] oleh pelaku importasi," ujar Subandi saat dihubungi, Senin (10/7/2023).
Alasannya, harga sebagian besar komoditas yang akan diimpor sudah disepakati sebelum adanya kenaikan kurs dolar terhadap rupiah tembus Rp15.219. Kendati, resiko akan tetap ada.
Dia menjelaskan, apabila tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS terus berlanjut dalam jangka waktu yang cukup lama bakal mempengaruhi kegiatan usaha para importir. Musababya, pelemahan rupiah bisa menyebabkan harga bahan baku impor untuk kegiatan produksi dalam negeri menjadi lebih tinggi.
Subandi menyebut, harga produk impor yang tinggi akan membuat harga barang menjadi mahal saat tiba di dalam negeri. Terutama untuk produk yang diperuntakan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan begitu, dikhawatirkan terjadinya penurunan daya beli di masyarakat.
Di sisi lain pelemahan rupiah terhadap dolar berpotensi menguntungkan untuk produk-produk impor yang akan diekspor kembali. Namun, Subandi mengatakan keuntungan tersebut dirasa tidak akan sebanding dengan biaya produski dan pungutan pajak produk yang akan dieskpor.
Baca Juga
Harga produk yang tinggi ditakutkan bakal menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
"Jadi bahan bakunya saja sudah mahal, dipastikan harga jual produknya juga akan mengalami kenaikan," jelas Subandi.
Subandi menambahkan, resiko terburuk dari pelamahan rupiah terhadap dolar, kata dia yaitu pengusaha akan menghentikan sementara kegiatan impor. Opsi penyetopan impor sementara itu dianggap sebagai upaya pengusaha menghindari kerugian dari naiknya kurs Dolar terhadap rupiah.