Bisnis.com, JAKARTA – Industri furnitur domestik masih tertekan seiring permintaan ekspor yang masih lesu. Berdasarkan data asosiasi, permintaan ekspor hanya sekitar 30-50 persen dari volume normal.
Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menuturkan kinerja ekspor industri furnitur secara keseluruhan masih belum menunjukan pertumbuhan normal.
Berdasarkan catatan HIMKI, Abdul menuturkan nilai rata-rata permintaan dari luar negeri di sektor furnitur masih berkisar antara 30-50 persen.
Meskipun demikian, menurutnya, beberapa perusahaan di sektor ini sudah ada yang menerima pesanan dari luar negeri dengan jumlah yang normal.
“Nilainya rata-rata masih jauh di bawah tahun lalu yakni masih di kisaran 30-50 persen, walaupun memang ada perusahaan yang ordernya sudah mulai kembali normal,” tutur Abdul kepada Bisnis pada Rabu (12/7/2023).
Namun Abdul juga tidak menampik bahwa mayoritas perusahaan furnitur masih kehilangan order ekspor. “Bahkan catatan Bank Indonesia, sepanjang Januari hingga April 2023 secara kumulatif ekspor produk furnitur turun hingga minus 38 persen menjadi US$618 juta dimana pada periode yang sama tahun sebelumnya sempat mencapai US$995 juta,” tutur Abdul.
Baca Juga
Hal ini sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK), industri furnitur pada kuartal I/2023 tercatat menurun sebesar 8,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
Pada kuartal I/2023 PDB ADHK sektor ini mencapai Rp6,99 triliun, sedangkan pada kuartal I/2022 sektor ini mencatatkan PDB ADHK sebesar Rp7,63 triliun.
Dalam catatan Bisnis pada Kamis (12/1/2023), Abdul memproyeksikan pertumbuhan industri furnitur capai 6 hingga 8 persen tahun ini, dengan geliat kinerja yang akan dimulai pada kuartal II/2023.
Hal ini dikarenakan menurutnya, pada kuartal I/2023 industri yang digawanginya itu masih menghadapi pelemahan ekspor dari negara-negara langganan akibat ketidakstabilan geopolitik.