Bisnis.com, JAKARTA — Keuangan negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mencatatkan kinerja positif, dengan membukukan surplus sebesar Rp204,3 triliun per akhir Mei 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa surplus APBN pada Mei 2023 tersebut setara dengan 0,97 persen dari PDB.
“Kondisi APBN hingga Mei 2023 masih mencatatkan surplus Rp204,3 triliun, ini artinya mencapai 0,97 persen dari total PDB yang diperkirakan tahun ini,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (26/6/2023).
Tercatat, pendapatan negara terkumpul Rp1.209,3 triliun per akhir Mei 2023, mencapai 49,1 persen dari total target APBN pada 2023. Capaian pendapatan negara ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 13 persen dibandingkan dengan capaian pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, darI sisi belanja negara, Sri Mulyani menyampaikan bahwa dari total pagu tahun anggaran 2023, telah direalisasikan belanja sebesar Rp1.005,0 triliun.
“Ini artinya 32,8 persen dari total pagu belanja negara sudah dibelanjakan, ini naik 7,1 persen [secara tahunan],” jelasnya.
Baca Juga
Berikut 4 catatan Sri Mulyani soal perkembangan ekonomi dan kinerja APBN
1. Ekonomi Global Masih Tak Pasti
Sri Mulyani menyampaikan bahwa perekonomian global masih menghadapi situasi yang sangat tidak pasti. Dia bahkan memprediksi situasi ketidakpastian global akan berlanjut pada 2024.
Hal ini sejalan dengan proyeksi berbagai lembaga internasional, misalnya Bank Dunia (World Bank) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini hanya akan mencapai 2,1 persen.
Sementara itu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2023 mencapai 2,7 persen dan proyeksi Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) hanya sebesar 2,7 persen.
“Saya baru saja kembali dari Paris [Paris Summit 2023] dan memang menggambarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global masih tak pasti, sesuai dengan prediksi yang dikeluarkan lembaga dunia seperti IMF, Bank Dunia, dan OECD, semuanya menggambarkan tahun 2023 ini tahun yang cukup lemah dibandingkan tahun lalu atau dibandingkan 2021,” katanya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (26/6/2023).
Sejalan dengan pelemahan ekonomi global, perdagangan global pada 2023 juga menunjukkan pelemahan yang signifikan, yang mana diperkirakan hanya tumbuh 2,4 persen pada tahun ini, melemah dari pertumbuhan pada 2022 sebesar 5,1 persen dan pada 2021 yang mencapai 10,6 persen.
Di sisi lain, permintaan global juga mengalami penurunan. Meski laju inflasi diperkirakan menurun, namun levelnya masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
“Ini menggambarkan pergulatan kebijakan pada level makro dan moneter masih akan menjadi suatu tema yang sangat dominan,” kata Sri Mulyani.
Selain permasalahan tersebut, eskalasi geopolitik di Ukraina dan yang terjadi di antara negara besar di dunia juga masih membayangi perekonomian global. Debt distress, terutama di negara berkembang maupun di negara maju juga menghalangi pemulihan ekonomi.
Dari sisi PMI Manufaktur, imbuhnya, juga mencerminkan tekanan yang masih sangat tinggi. Di antara negara G20 dan Asean-6, hanya 24 persen negara yang berada pada posisi ekspansi dan meningkat, diantaranya India, Filipina, Rusia, Jepang, dan China. Sementara itu, negara yang berada di zona ekspansi hanya 14 persen termasuk Indonesia, Thailand, dan Mexico.
“Mayoritas negara PMI manufakturnya dalam kondisi kontraksi, ini memang menggambarkan aktivitas dari PMI manufaktur, kondisi ekonomi keseluruhan dan pertumbuhan ekonomi global termasuk perdagangan global mengalami pelemahan,” jelas Sri Mulyani.
2. Ekonomi Domestik Tetap Kuat
Perekonomian dalam negeri masih menunjukkan tren yang meningkat dan ekspansi yang tetap robust. Sri Mulyani mengatakan, kondisi ini terkonfirmasi dari optimisme konsumen yang diukur dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada pada level 128,3 pada Mei 2023.
“Artinya konsumen memiliki keyakinan yang kuat, positif, dan trennya masih menunjukkan ekspansi atau arah ke atas,” katanya.
Di sisi lain, indeks penjualan riil menunjukkan adanya tren pelemahan karena konsumsi masyarakat yang cenderung menurun setelah periode Ramadan dan IdulFitri.
PMI manufaktur Indonesia juga mulai menunjukkan tren yang menurun mendekati zona netral. Namun demikian, Indonesia dalam kondisi global yang sangat tidak pasti masih menjadi salah satu negara yang dianggap stabil dengan laju pertumbuhan yang impresif.
Sri Mulyani memperkirakan, pertumbuhan konsumsi masyarakat pun akan tetap stabil, terutama menjelang masa liburan dan kampanye Pemilu 2024, yang didukung dengan melandainya laju inflasi.
Dengan perkembangan terkini, pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir 2023 akan mencapai kisaran 5,0 hingga 5,3 persen.