Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengonfirmasi besaran porsi hibah (grant) dan bantuan teknis (technical assitant) yang dialokasikan dari komitmen kemitraan Just Energy Transition Partnership atau JETP masing-masing sekitar US$160 juta atau setara dengan Rp2,39 triliun (asumsi kurs Rp14.987 per dolar AS).
Secara keseluruhan, total dana hibah dan bantuan teknis mencapai sekitar US$320 juta atau setara dengan Rp4,79 triliun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan, pemerintah masih bernegosiasi untuk mengamankan porsi pendanaan murah transisi energi dari pakta iklim Amerika Serikat dan Jepang bersama rekanan lainnya tersebut.
“Kalau hibah di angka US$160 juta, technical assitant kisarannya sekitar itu juga, nanti ada yang pasti US$10 miliar pinjaman komersial, rate-nya [bunga] belum tahu sampai sekarang,” kata Dadan saat ditemui di Jakarta, Selasa (276/20230).
Seperti diketahui pakta iklim yang tergabung ke dalam kemitraan JETP itu sempat berjanji untuk menyediakan dana himpunan US$20 miliar setara dengan Rp299,74 triliun dari publik dan swasta selama 3 hingga 5 tahun mendatang untuk pemerintah Indonesia.
Skema pendanaan JETP itu terdiri atas US$10 miliar yang berasal dari komitmen pendanaan publik dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Baca Juga
Adapun, kemitraan JETP yang dipimpin AS-Jepang ini, termasuk di dalamnya negara anggota G7 lainnya, yakni Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, serta juga melibatkan Norwegia dan Denmark.
“Sebagian hibah itu masuknya di dalam pengerjaan feasibility study, itu masuknya begitu, kan angkanya US$150-an juta, nggak bakalan cukup untuk danai proyek,” kata Dadan.
Di sisi lain, Dadan mengatakan, pemerintah telah menyampaikan lima prioritas program yang potensial untuk didanai JETP, di antaranya pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT), peningkatan efisiensi, rasio elektrifikasi, serta infrastruktur transmisi.
“Kita berjuang angka US$20 miliar aman secara komitmen, tapi kan implementasinya harus berjuang meyakinkan karena ini pada dasarnya komersial,” kata dia.
Sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tengah mengonsolidasi seluruh program hijau yang belum memeroleh pendanaan untuk masuk ke dalam Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) skema JETP.
Lewat konsolidasi proyek itu, PLN telah menyiapkan 522 proyek pembangkit EBT potensi yang seluruhnya berasal dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 untuk dapat didanai JETP. Total kapasitas daya setrum yang dihasilkan dari 522 proyek EBT itu mencapai sekitar 15,1 gigawatt (GW) sampai akhir 2030.
"Kita punya planning bagus dan membangun aliansi kuat untuk mereduksi emisi sekaligus menjaga kekuatan finansial. Kita ingin transisi energi ini bisa sustainable untuk bisa meningkatkan industri nasional," kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat FGD JETP CIPP - PLN di Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Darmawan mengatakan, perseroan telah berkomitmen untuk menjalankan 163 proyek EBT di dalam negeri saat ini. Beberapa proyek yang tengah dikerjakan perusahaan setrum pelat merah itu memiliki kapasitas terpasang energi bersih mencapai 5,1 GW yang ditenggat selesai 2030.
"PLN melakukan analisis teknis dan finansial untuk memastikan agar dapat mencapai tujuan transisi energi dengan perencanaan yang workable dan tetap menjaga finansial perusahaan tetap sehat," kata dia.