Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tidak Transparan, Ikatan Bidan Tolak RUU Kesehatan

Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PB IBI) menolak RUU Kesehatan menjadi undang-undang.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan melakukan aksi demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023) untuk menyuarakan penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law - BISNIS/Ni Luh Angela.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan melakukan aksi demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023) untuk menyuarakan penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law - BISNIS/Ni Luh Angela.

Bisnis.com, JAKARTA - Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PB IBI) menolak Rancangan Undang-Undang Kesehatan atau Omnibus Law Kesehatan masuk sidang paripurna untuk dijadikan undang-undang lantaran tidak transparan.

Selain itu, dalam pandangan organisasi yang berdiri sejak 1951 itu, RUU tersebut tidak ada satu pasal pun yang mendukung dan mengawal kompetensi bidan di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Ikatan Bidan Indonesia Ade Jubaedah menilai RUU Kesehatan tersebut bakal meniadakan payung hukum mengenai kompetensi kebidanan yang justru sangat komprehensif dalam UU No. 4/2019 tentang Kebidanan.

“Tiba tiba, ketika sedang menata, mengawal anggota kami dalam melakukan pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu dan anak di Indonesia, tapi RUU Kesehatan membuat kompetensi dari para bidan ini banyak sekali tidak diakomodir,” ujar Ade dalam diskusi, Selasa (20/6/2023).

Dia memastikan, dari lebih 400 pasal yang ada dalam RUU Kesehatan, tidak ada satu pasal pun yang mengawal kompetensi kesehatan. Padahal, kompetensi bidan dalam melayani masyarakat harus sesuai standar profesi.

“Di sini dipastikan dari 422 pasal, kami tidak melihat peran dari untuk mengawal kompetensi tenaga kesehatan,” ucap Ade.

Dengan akan disahkannya RUU Kesehatan, menurut Ade berdampak terhadap kekosongan regulasi. Sebab, dengan UU yang baru bakal menghapus UU Nomor 4 tentang Kebidanan yang sudah eksis.

“Jika dihapus akan ada kekosongan regulasi. Ini sangat berbahaya. Ketika ada penggabungan UU yang kita tidak tahu, yang katanya diatur PP dan lain sebagainya. Sementara, organisasi profesi, tenaga kesehatan sedemikian banyaknya bagaimana PP ini akan menjamin keberlangsungan pelayanan dan perlindungan hukum si pemberi pelayanan dan penerima,” ujar Ade.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa pihaknya bersama 5 organisasi profesi lainnya juga menolak lantaran pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan juga DPR tidak pernah mengajak musyawarah organisasi profesi soal RUU Kesehatan. Ade menilai, RUU Kesehatan dalam prosesnya tidak sama sekali mengakomodir suara organisasi profesi.

Selain IBI, organisasi yang menolak juga berasal dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Ikatan Apoteker Indonesai (IAI).

“Terkesan RUU Kesehatan minim transparansi. Mengapa demikian? Karena dalam pembahasan terburu-buru, tersembunyi. Bahkan mohon maaf, kami sendiri tidak tahu,” tutur Ade.

Padahal, ujar dia, biasanya ketika pemerintah dalam hal ini Kemenkes ketika akan membuat peraturan menteri atau apapun biasanya melibatkan organisasi profesi. Tapi, dalam RUU Kesehatan tidak sama sekali. Selain itu, dia mengatakan, RUU Kesehatan ini minim urgensi.

“Kami bukan menolak untuk adanya transformasi kesehatan sepanjang untuk penguatan pelayanan kesehatan. Kami sangat mendukung. Ketika pandemi kami bersama tenaga kesehatan lainnya jadi garda terdepan, tapi sekarang ditinggalkan,” ungkap Ade.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan akan diambil keputusan tingkat II untuk menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Masa Persidangan saat ini.

"Insyaallah pada Masa Sidang ini akan segera diambil keputusan tingkat II-nya pada waktu yang tepat," kata Puan Maharani di kompleks parlemen, Selasa (20/6/2023).

Puan menyebut DPR akan menindaklanjuti dan mencermati RUU Kesehatan yang telah diambil persetujuan dalam pembicaraan tingkat I pada rapat kerja Komisi IX DPR RI, Senin (19/6/2023). "Alhamdulillah di tingkat I sudah diputuskan," ucapnya.

Meski, lanjut dia, ada dua dari sembilan fraksi DPR RI yang menolak untuk meneruskan pembicaraan tingkat II dan pengambilan keputusan terhadap RUU kesehatan dalam Rapat Paripurna DPR RI.

"Walaupun masih ada teman-teman dari dua fraksi yang tidak menyetujui, namun kan sesuai dengan mekanismenya, tingkat I itu sudah menjadi satu keputusan yang kemudian bisa diambil untuk jadi suatu keputusan di DPR," tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper