Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dicecar Komisi IV DPR RI terkait Peraturan Pemerintah (PP) No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Anggota Komisi IV meminta agar aturan itu ditinjau kembali, dengan meminta masukan dari pemangku kebijakan.
Anggota Komisi IV DPR RI Azikin Solthan mengatakan, adanya aturan tersebut membuat para nelayan, masyarakat pesisir, dan pemerhati lingkungan sangat resah dan khawatir lantaran kebijakan itu disinyalir akan melegalkan tambang pasir laut di semua tempat di Indonesia.
“Dalam jangka panjang, hal ini akan berdampak serius pada krisis ekologis wilayah pesisir dan laut,” kata Azikin dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Kelautan dan Perikanan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Politisi Gerindra itu juga khawatir, aturan ini akan menyebabkan turunnya hasil tangkapan nelayan akibat rusaknya ekosistem biota laut.
Anggota Komisi IV dari Fraksi PDIP Riezky Aprilia mengingatkan, saat ini, Komisi IV tengah memfinalisasi Undang-undang No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dia berharap, aturan pemerintah itu tak kontraproduktif dengan apa yang sudah dipikirkan oleh anggota komisi IV. “Kalau memang ternyata kontraproduktif harus dipilih karena UU itu marwahnya DPR,” ujarnya.
Baca Juga
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR Slamet mengaku tidak melihat adanya rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang melibatkan publik sehingga menimbulkan kecurigaan. Dia mengatakan, jangan sampai ada penumpang gelap dalam peraturan pemerintah ini.
Aturan yang mulai berlaku sejak 15 Mei 2023 mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak. Sebagaimana diketahui, dalam aturan tersebut disampaikan bahwa hasil sedimentasi di laut yang bisa dimanfaatkan berupa pasir laut maupun material sedimen lain berupa lumpur. Nantinya, material tersebut bisa dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan.
“Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” bunyi Pasal 9 ayat (2).