Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Beda Hitungan Utang Minyak Goreng, Ini Kata Aprindo

Utang minyak goreng tengah diaudit oleh BPKP lantaran terjadi perbedaan klaim besaran utang antara pemerintah dengan pelaku usaha.
Konsumen melihat stok minyak goreng aneka merek tersedia di etalase pasar swalayan Karanganyar pada Kamis (17/3/2022)/ Solopos.com-Indah Septiyaning Wardani.
Konsumen melihat stok minyak goreng aneka merek tersedia di etalase pasar swalayan Karanganyar pada Kamis (17/3/2022)/ Solopos.com-Indah Septiyaning Wardani.

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo mempertanyakan tindakan Kementerian Perdagangan yang meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meninjau ulang hasil verifikasi PT Sucofindo terkait klaim pembayaran selisih harga atau rafaksi minyak goreng ke pelaku usaha.

Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey menyayangkan sikap Kementerian Perdagangan (Kemendag) tersebut. Sebab, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan sebelumnya mengatakan bahwa jika pendapat hukum sudah keluar dan meminta pemerintah untuk membayar rafaksi, maka akan segera dibayarkan.

“Jika memang ada ketidakcocokan data, harusnya dari awal dilakukan klarifikasi antara data verifikator dengan data produsen dan Aprindo, untuk apa data diverifikasi oleh BPK/BPKP,” kata Roy dalam keterangannya, dikutip Senin (12/6/2023).

Zulhas dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI pada awal Juni lalu menyebut telah meminta BPKP untuk meninjau kembali hasil verifikasi yang dilakukan oleh PT Sucofindo atas rafaksi minyak goreng. Permintaan tersebut lantaran selisih harga yang diterimanya berbeda-beda jumlahnya sehingga membuatnya bingung.

“Ada yang bilang Rp300 miliar, ada yang bilang Rp400 miliar ada yang bilang Rp800 miliar, mana yang benar?” ungkapnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Politisi PAN itu menuturkan, jumlah yang terverifikasi oleh PT Sucofindo sebesar Rp474,80 miliar atau 58,43 persen dari klaim yang diajukan oleh 54 pelaku usaha senilai Rp812,72 miliar.

Adanya perbedaan nominal itu, lantaran mayoritas pelaku usaha tidak melengkapi bukti penjualan sampai ke pengecer, biaya distribusi, dan ongkos angkut yang tidak dapat diyakini, dan penyaluran maupun rafaksi melebihi 31 Januari 2022. 

Perbedaan angka tersebut membuat Zulhas tak mau terburu-buru untuk membayar rafaksi minyak goreng kepada produsen, meski Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pendapat hukumnya menyebut pemerintah masih punya kewajiban untuk membayar utang tersebut. 

Apalagi, pembayaran rafaksi dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS, bukan Kemendag.

“Sekali lagi kami berkirim surat ke auditor negara apakah ke BPKP atau BPK agar selisih harga yang benar yang mana? Yang mau dibayar yang mana? Karena yang bayar bukan kita, BPDPKS,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper