Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana meminta auditor negara, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ataupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan verifikasi ulang atas pembayaran selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyampaikan, permintaan verifikasi ulang dilakukan lantaran selisih harga yang diterimanya berbeda-beda.
“Ada yang bilang Rp300 miliar, ada yang bilang Rp400 miliar ada yang bilang Rp800 miliar, mana yang benar?” ungkapnya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Dia menuturkan, sebanyak 54 pelaku usaha sudah mengajukan klaim dengan total nilai Rp812.720.437.223 atau Rp812,72 miliar. Sementara itu, jumlah yang terverifikasi oleh PT Sucofindo, verifikator yang ditunjuk oleh Kemendag, adalah sebesar Rp474.808.176.039 atau Rp474 miliar, atau 58,43 persen dari total nilai.
Perbedaan hasil verifikasi itu disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya klaim penyaluran rafaksi yang tidak melengkapi bukti penjualan sampai ke pengecer, biaya distribusi dan ongkos angkut yang tidak dapat diyakini, dan penyaluran maupun rafaksi yang melebihi 31 Januari 2022.
Adanya perbedaan angka tersebut membuat Zulhas, sapaan akrabnya, tak mau terburu-buru untuk membayar rafaksi minyak goreng kepada produsen, meski Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam pendapat hukumnya menyebut pemerintah masih punya kewajiban untuk membayar utang tersebut.
Baca Juga
Apalagi, pembayaran rafaksi dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS, bukan Kemendag.
“Sekali lagi kami berkirim surat ke auditor negara apakah ke BPKP atau BPK agar selisih harga yang benar yang mana? Yang mau dibayar yang mana? Karena yang bayar bukan kita, BPDPKS,” jelasnya.