Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjanjikan pemberian insentif bagi pelaku usaha industri padat karya imbas ketidakstabilan situasi pasar global yang menggerus kinerja manufaktur.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan bahwa pemerintah dalam hal ini akan menyiapkan sederet strategi, termasuk menggulirkan insentif untuk subsektor industri manufaktur yang terdampak.
“Padat karya sektor-sektor yang akan kita carikan insentif agar tidak semakin terpuruk,” janji Agus dalam konferensi pers di kantor Kemenperin pada Jumat (9/6/2023).
Agus menyebut bahwa pihaknya tidak dapat menampik kenyataan situasi global yang belum pulih, usai meletusnya perang Rusia-Ukraina tahun lalu.
Menurutnya, salah satu industri sudah pasti akan mendapatkan insentif adalah industri dengan multi buyer effect tinggi, salah satunya industri tekstil atau garmen.
“Yang akan kita prioritaskan adalah industri-industri yang mempunyai multi buyer effect tinggi, tekstil garmen akan termasuk,” tambah Agus.
Baca Juga
Sebelumnya dalam catatan Bisnis pada Kamis (10/5/2022) lalu, janji insentif ini juga pernah diucapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan.
Luhut kala itu menyebut pemerintah akan memberikan insentif bagi industri dalam negeri. "Pemerintah menyiapkan berbagai insentif untuk mempertahankan ekonomi di sektor tekstil dan produknya," ujar Luhut, dikutip dari rilis, Rabu (10/5/2023).
Meskipun hingga kini baik dari Luhut maupun Agus tidak ada kabar mengenai progres insentif ini, mengenai jenis insentif ataupun besarannya. Terlebih kabar mengenai insentif industri padat karya ini sudah lama terdengar dari pemerintah.
Selain insentif, Agus menuturkan bahwa pihaknya melihat perlunya mencari pasar domestik, yang bisa menggantikan porsi pasar Amerika Serikat dan Eropa, agar industri tetap bertumbuh.
Lebih lanjut Agus menjelaskan dalam mencari pasar baru di kancah dunia, produk industri Indonesia tentu harus bersinggungan dengan produk-produk dari negara yang secara kekuatan industri sama dengan Indonesia, atau bahkan melebihi Indonesia.
Negara-negara tersebut menurutnya memiliki nasib yang sama dengan Indonesia, yaitu kehilangan pasar andalan untuk ekspor, AS dan Eropa.
“Negara-negara yang dituju adalah yang populasinya besar, itu yang akan diserbu oleh produk-produk yang biasa diserap Eropa, sekarang kan Eropa tidak bisa menyerap, jadi akan cari destinasi lain,” jelas Agus.
Di sektor alas kaki dan industri tekstil dan produk tekstil, industri dalam negeri umumnya bersinggungan dengan Vietnam yang juga mengekspor alas kaki juga produk tekstil ke Eropa.
Bahkan, Vietnam telah menjalin kerja sama dagang dengan Uni Eropa (UE) yang akan berdampak pada harga jual produk alas kaki Vietnam di Eropa lebih miring dibandingkan dengan produk dari Indonesia.
Langkah lain untuk mengantisipasi gulung tikarnya perusahaan-perusahaan padat karya di Indonesia, Agus menyebut pihaknya akan memperkuat permintaan dari pasar domestik dengan menguatkan daya beli masyarakat.
Meskipun Agus tidak menjelaskan langkah apa yang akan dibidik pihaknya untuk meningkatkan daya beli masyarakat ini.