Suara DPR
Terkait berakhirnya masa tugas Satgas BLBI pada tahun ini, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun memberikan pandangan berbeda. Berbeda dengan Sri Mulyani, dia menyatakan bahwa masa tugas Satgas BLBI sebaiknya tidak perlu diperpanjang.
Dia menilai efektivitas kerja Satgas BLBI perlu dipertanyakan. Musababnya, sejak dibentuk pada 2021 oleh Presiden Joko Jokowi, total nilai pengembalian dana yang dihimpun Satgas BLBI belum mencapai target yang ditetapkan.
“Masa kerja sudah tiga tahun gak bener, masa mau kita perpanjang,” ujarnya saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada akhir Maret lalu.
Misbakhun menegaskan akan menolak jika pemerintah mengusulkan perpanjangan masa tugas BLBI. Menurutnya, persoalan aset BLBI sebaiknya diselesaikan oleh sistem yang sudah ada yakni Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
“Masih ada Ditjen Kekayaan Negara karena itukan dari piutang negara. Itu piutang negara untuk ditagihkan bisa melalui proses lelang mekanisme kewenangan UU yang ada, yang selama ini dipakai,” ujar Misbakhun.
Di sisi lain, Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengejar para obligor eks BLBI dan membereskan aset properti melalui sejumlah cara, mulai dari penguasaan fisik hingga penetapan lelang.
Baca Juga
Dia menambahkan bahwa Satgas BLBI juga akan memblokir aset para obligor, serta melakukan pemblokiran saham dari perusahaan-perusahaan yang berkaitan. Proses pemanggilan hingga pencegahan obligor ke luar negeri bakal terus dijalankan oleh satgas.
Sejak akhir 2022, pemangku kebijakan telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Pengurusan Piutang Negara (PUPN). Beleid tersebut bisa menjadi senjata bagi pemerintah untuk menyita aset BLBI.
Dalam regulasi itu, pemerintah secara sah dapat mengalienasi hak serta keberadaan debitur apabila tidak berlaku kooperatif. Tindakan keperdataan meliputi, tidak memperoleh hak atau pelayanan dari lembaga jasa keuangan.
Selain membatasi akses perbankan, oknum yang tidak kooperatif juga akan dikenai penutupan pelayanan publik, baik untuk perizinan usaha, izin mendirikan bangunan, pemberian status badan usaha, hingga surat izin mengemudi. Akses lain yang ditutup adalah layanan keimigrasian, kependudukan, perpajakan, hingga keagrariaan.
Namun sayangnya, beleid itu belum cukup dioptimalisasi sehingga realisasi penguasaan aset pun hingga detik ini masih sangat minim. Terbukti, hingga akhir Mei 2023, aset obligor yang diamankan negara baru mencapai 28 persen dari total aset piutang BLBI.