Bisnis.com, JAKARTA - Merk fast fashion asal Swedia H&M menutup toko ikoniknya di Sanlitun, China pada hari Minggu (4/6/2023) lantaran permintaan yang lesu setelah pembatasan Covid-19.
Mengutip dari pemberitaan SCMP, Senin (5/6) H&M memilih untuk tidak memperbarui kontrak 10 tahunnya yang berakhir di tahun ini. Toko tersebut dibuka pada tahun 2014, yang menjadi tanda keemasan H&M di China dengan luas 1.200 meter persegi.
Penutupan toko tersebut terjadi hampir setahun setelah menutup toko andalannya di Shanghai.
Pihak H&M sendiri mengatakan bahwa mereka akan menjelajahi lokasi baru di China dan akan mendirikan toko-toko unggulan baru. H&M mengatakan bahwa China menjadi salah satu pasar terpenting bagi H&M.
“Seiring dengan berlanjutnya transformasi digital ritel dan perubahan kebiasaan belanja pelanggan, kami akan terus mengoptimalkan portofolio toko kami agar sesuai dengan setiap pasar.” jelas perusahaan dalam pernyataannya.
Tantangan H&M
Baca Juga
Secara global, jumlah toko H&M pada 2019 berjumlah 5.076 toko menurun pada 2022 menjadi 4.456 toko. Perusahaan akan menutup lebih banyak tokonya di ‘pasar yang sudah matang’ tahun ini.
Selain itu, H&M melaporkan penjualan bersih 2022 yang meningkat sebesar 6 persen yakni menjadi 223,5 miliar krona Swedia atau setara Rp306 triliun (year-on-year/yoy). Namun laba bersih anjlok 68 persen menjadi 3,5 miliar krona Swedia.
CEO H&M Helena Helmersson mengatakan bahwa kinerja tersebut dipengaruhi oleh situasi geopolitik dan inflasi.
Perusahaan serupa lain, Zara dan GAP juga menutup toko-tokonya di beberapa kota China. Bershka, Pull&Bear, Stradivarius dan Old Navy juga keluar dari China.
Sementara itu, perusahaan fast fashion Jepang Uniqlo akan membuka sekitar 100 toko baru di China tahun ini. Menurut pendiri Uniqlo, Tadashi Yanai, perusahaan akan membuka 3.000 toko di negara tersebut.