Bisnis.com, JAKARTA – Upaya pemerintah untuk menutup celah negosiasi antara wajib pajak dengan fiskus akan mewujud lewat penerapan layanan automasi sistem inti perpajakan atau core tax.
Senjata baru milik Menteri Keuangan Sri Mulyani ini akan diimplementasikan mulai 2024.
Sri Mulyani mengatakan bahwa core tax akan menjadi alat untuk menjaga efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan. Sistem ini akan menjadi motor perubahan berbagai aspek perpajakan yang diiringi dengan penguatan dari sisi administrasi.
“Arah kebijakan optimalisasi perpajakan tahun 2024 dilakukan dengan menjaga efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan melalui implementasi sistem inti perpajakan [core tax system],” ujarnya dalam dalam Rapat Paripurna ke-25 di DPR, Jakarta Pusat, Selasa (30/5/2023).
Lantas apa itu core tax?
Core tax administration system merupakan teknologi informasi yang akan mendukung pelaksanaan tugas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan dalam automasi proses bisnis, seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, hingga penagihan.
Baca Juga
Pemberlakukan sistem ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2018. Beleid tersebut mengatur pengembangan core tax system yang akan menjadi satu terobosan sistem administrasi perpajakan di Tanah Air.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo menuturkan core tax bertujuan untuk menutupi celah negosiasi antara wajib pajak (WP) dengan fiskus, serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
“Kami juga bersiap untuk implementasi core tax di tahun 2024, yang secara total memang kami arahkan untuk mengurangi interaksi antara petugas pajak dengan wajib pajak,” ujar Suryo dalam konferensi pers APBN Kita, pada bulan Maret lalu.
Interaksi antara WP dengan fiskus memang dapat membuka celah terjadinya suap dan gratifikasi. Hal tersebut semakin disorot setelah mencuatnya kasus kekayaan tidak wajar milik eks pegawai Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan bahwa terdapat celah kongkalikong yang dapat dilakukan oleh WP dan oknum fiskus saat proses interaksi pemeriksaan pajak.
Interaksi tentang perhitungan pajak, kata Prianto, seringkali berbeda antara fiskus dan WP karena perbedaan sudut pandang penafsiran aturan pajak yang kompleks. Satu sisi WP ingin pajak seminimal mungkin, sementara petugas menginginkan utang pajak optimal.
“Ketika WP tidak punya pilihan lain untuk bersengketa, WP kadang ambil jalan pintas. Caranya dengan kongkalikong penentuan utang pajak,” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Kongkalikong itu setidaknya memberikan solusi menguntungkan antara WP dengan fiskus. Dalam hal ini WP ‘diuntungkan’ karena utang pajak turun, sedangkan oknum fiskus mendapatkan imbalan dari WP karena telah membantu menurunkan utang pajak.
Dia berpendapat bahwa jika diibaratkan seperti gunung es, tidak ada satu orang pun yang tahu sejauh mana praktik itu marak. Pasalnya, kongkalikong tersebut menguntungkan dua belah pihak, sehingga proses identifikasi menjadi sulit.