Bisnis.com, JAKARTA – Kendati menetapkan target rasio pajak (tax ratio) di kisaran 9,91 – 10,18 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024, pemerintah mengakui hal tersebut akan sulit dicapai karena adanya tantangan dari sisi eksternal maupun internal.
Berdasarkan dokumen lampiran tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi DPR RI yang diterima Bisnis, Selasa (30/5/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya mempertahankan rasio pajak di level digit ganda atau double digit.
Sebagaimana tertuang dalam kerangka kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF), pemerintah menetapkan rasio perpajakan sebesar 9,91 – 10,18 persen dari PDB pada 2024 atau lebih tinggi dari target 2023 yang mencapai 9,61 persen.
Meski demikian, capaian target rasio pajak pada 2024 diperkirakan relatif lebih rendah dibandingkan perolehan tahun 2022, yang membukukan rasio pajak 10,4 persen dari PDB. Hal ini dikarenakan masih adanya sejumlah tantangan baik secara eksternal maupun internal.
Dari sisi eksternal, tantangan datang dari moderasi harga komoditas yang sepanjang 2022 mengalami ledakan harga. Harga komoditas yang mulai menurun pada 2023 dan diproyeksi kian anjlok pada 2024, antara lain, crude palm oil (CPO), batubara, tembaga, dan nikel.
Sementara itu, dari sisi domestik, pemerintah memaparkan bahwa tantangan yang dihadapi adalah asumsi lifting minyak dan gas bumi, serta harga minyak mentah Indonesia yang diperkirakan masih lebih rendah dibandingkan sebelumnya.
Baca Juga
“Penerimaan perpajakan dari sektor migas diperkirakan juga berdampak lebih rendah dibandingkan sebelumnya,” ujar Sri Mulyani melalui lampiran tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi DPR RI.
Tantangan lain juga berasal dari perubahan struktur perekonomian yang mengarah pada digitalisasi, industrialisasi, serta ekonomi hijau, dan pemenuhan target penerimaan untuk mendukung agenda pembangunan, seperti Pemilu hingga pemindahan Ibu Kota Negara.
Menghadapi berbagai tantangan ini, Sri Mulyani mengatakan kebijakan umum perpajakan 2024 diarahkan untuk mendukung proses transformasi ekonomi terus berjalan.
Kebijakan umum perpajakan tahun 2024, di antaranya mendorong tingkat kepatuhan dan integrasi teknologi dalam sistem perpajakan, memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, dan menjaga efektivitas penerapan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar Dave Akbarshah Fikarno Laksono melihat postur makro pendapatan negara pada tahun depan telah mencerminkan optimisme pemerintah dalam meningkatkan geliat ekonomi di tengah dinamika ekonomi global.
Namun, target itu dinilai masih dapat ditingkatkan lantaran rasio pajak dalam negeri terhitung rendah jika dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara (Asean).
“Fraksi Partai Golkar menilai target tersebut masih dapat ditingkatkan, mengingat tax ratio yang masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara di kawasan,” ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-24, Selasa (23/5/2023).
Dave juga meminta penjelasan lebih rinci terkait dengan implementasi reformasi perpajakan sesuai dengan amanat UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), beserta asumsi PDB nominal yang melandasi perhitungan pendapatan negara tersebut.