Bisnis.com, JAKARTA – Aturan turunan terkait dengan pajak natura atau pajak kenikmatan diketahui sudah tiba di meja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan kini masih dalam tahap harmonisasi.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan aturan turunan yang nantinya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) itu, kini masih dalam tahap proses penyusunan serta harmonisasi.
“Proses untuk penyusunan PMK terkait dengan natura, efek perpajakannya seperti apa, saat ini masih berproses untuk harmonisasi dengan Kemenkumham,” ujar Suryo dalam konferensi pers terkait APBN Kita April 2023, yang digelar secara virtual, Senin (22/5/2023).
Proses harmonisasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyelarasan peraturan perundang-undangan yang hendak atau sedang disusun. Tujuannya, supaya peraturan yang dihasilkan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan peraturan perundang-undangan yang baik.
Suryo mengatakan bahwa jika proses harmonisasi selesai, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan segera menyampaikan segala detail dan isu terkait dengan implementasi pajak natura.
Ditjen Pajak sebelumnya memastikan bahwa pajak natura bertujuan mendorong pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) secara lebih adil dan netral terkait dengan imbalan yang diberikan.
Baca Juga
Aturan terkait dengan pajak natura tertuang Peraturan Pemerintah (PP) No. 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Beleid ini merupakan turunan dari UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Mengacu pada UU HPP, sedikitnya ada lima kategori natura yang tidak masuk sebagai objek PPh. Pertama, penyediaan makan atau minum bagi seluruh pegawai. Kedua, natura atau kenikmatan di daerah tertentu.
Kategori ketiga adalah natura atau kenikmatan karena keharusan pekerjaan. Keempat terkait dengan natura yang bersumber atau dibiayai dari APBN/APBD. Kategori kelima adalah natura dengan jenis atau batasan tertentu.
Adapun, fasilitas yang menjadi objek PPh adalah natura seperti imbalan barang seperti pemberian mobil ex-dinas, serta imbalan berupa hak atas layanan semisal mobil dinas. Fasilitas olahraga mewah seperti golf, pacuan kuda, hingga olahraga otomotif juga masuk objek PPh.