Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sederet Kabar Baik dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia

Dalam Rapat Dewan Gubernur terakhir, Gubernur BI Perry menyampaikan kondisi ekonomi domestik dan global membaik.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberi kata sambutan pada pembukaan Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi  Pangan (GNPIP) di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (5/3/2023)./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberi kata sambutan pada pembukaan Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (5/3/2023)./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA — Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia atau BI pada 17–18 April 2023 telah usai. Dalam kesempatan ini, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan sederet kabar baik tentang keuangan dalam negeri dan global. 

Dalam konferensi pers kemarin, Selasa (18/1/2023), BI memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75 persen. 

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17 dan 18 April 2023 memutuskan mempertahankan BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen,” kata Perry. 

Sejalan dengan keputusan tersebut, suku bunga Deposit Facility bertahan di level 5 persen, sementara suku bunga Lending Facility tetap 6,5 persen.

Perry mengatakan keputusan menahan suku bunga acuan tersebut sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, preemptive, dan forward looking

Selain itu, BI juga meyakini bahwa BI7DRR sebesar 5,75 persen cukup memadai untuk menjangkar inflasi inti tetap berada di kisaran 2 hingga 4 persen dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) juga kembali ke dalam sasaran 2–4 persen. 

Berikut kabar baik yang disampaikan Gubernur BI dalam RDG kemarin:

1. Perbaikan Ekonomi Dunia Berlanjut

Perry mengatakan BI tetap memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 dapat mencapai 2,6 persen. Perkembangan ini didorong dampak positif pembukaan ekonomi China pascapandemi Covid-19, khususnya pada sektor jasa. 

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) juga diperkirakan lebih baik. Hal ini dipengaruhi kinerja ekonomi yang kuat pada kuartal I/2023. 

Menurutnya, perbaikan ekonomi global di tengah keketatan pasar tenaga kerja di AS dan Eropa mengakibatkan prospek penurunan inflasi global berjalan lambat dan mendorong berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di negara maju. 

“Sementara itu, respons bank sentral AS dan Eropa memitigasi risiko kasus perbankan di AS dan Eropa berdampak pada berkurangnya ketidakpastian pasar keuangan global,” tuturnya.

Perry melanjutkan bahwa perkembangan ini pada gilirannya akan mendorong aliran masuk modal asing dan penguatan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.

2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap Kuat

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat ditopang oleh naiknya permintaan domestik dan positifnya kinerja ekspor. Konsumsi swasta diproyeksi semakin kuat seiring meningkatnya mobilitas, membaiknya keyakinan konsumen, dan naiknya daya beli seturut penurunan inflasi.  

Pada saat bersamaan, kinerja ekspor Indonesia tetap positif. Hingga Maret 2023, ekspor nonmigas tumbuh tinggi, didukung antara lain oleh ekspor batu bara, mesin listrik, dan kendaraan bermotor. 

Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke China, AS, dan Jepang menjadi kontributor utama. Berdasarkan lapangan usaha, kinerja sektor industri pengolahan, perdagangan, serta informasi dan komunikasi diperkirakan tumbuh kuat. 

Secara spasial, peningkatan konsumsi terjadi di hampir seluruh wilayah dan diikuti kinerja ekspor yang tetap tinggi di Sulawesi-Maluku-Papua. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diproyeksi bias atas dalam kisaran proyeksi 4,5– 35,3 persen.

3. Insentif Bank Bertambah

BI memutuskan untuk meningkatkan insentif kebijakan makroprudensial bagi perbankan guna mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan sektor-sektor prioritas yang belum pulih. 

Insentif makroprudensial juga ditingkatkan kepada perbankan yang menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) dan kredit/pembiayaan hijau. 

“Peningkatan besaran total insentif makroprudensial yang dapat diterima bank, dari sebelumnya maksimum 200 basis poin, dinaikan menjadi maksimum 280 basis poin, kenaikan [80 basis poin] dari term deposit valas,” pungkas Perry Warjiyo. 

Perry menjelaskan total insentif terdiri atas pembiayaan kepada sektor prioritas paling tinggi sebesar 1,5 persen, insentif atas penyaluran KUR dan kredit UMKM meningkat dua kali lipat menjadi paling 1 persen, dan insentif penyaluran kredit hijau paling tinggi 0,3 persen. 

BI merelokasi penerima insentif makroprudensial kepada kelompok subsektor penopang pemulihan dengan threshold per

Selain itu, bank sentral turut menaikkan threshold pertumbuhan kredit atau pembiayaan untuk kelompok penggerak pertumbuhan dan kelompok berdaya tahan dari semula 1 persen menjadi masing-masing 3 persen dan 5 persen.

4. Nilai Tukar Rupiah Menguat

Perry menyampaikan nilai tukar Rupiah pada 17 April 2023 menguat sebesar 1,38 persen secara point-to-point dibandingkan dengan level akhir Maret 2023. Hal ini didorong kuatnya aliran masuk modal asing di investasi portofolio. 

Secara year-to-date (ytd) nilai tukar rupiah pada 17 April 2023 menguat 5,26 persen dari level akhir Desember 2022, atau lebih tinggi dibandingkan dengan apresiasi rupee India sebesar 0,93 persen, baht Thailand sebesar 0,71 persen, dan depresiasi Peso Filipina 0,22 persen. 

“BI memperkirakan rupiah terus menguat sejalan dengan surplusnya transaksi berjalan dan berlanjutnya aliran masuk modal asing dipengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang tinggi, inflasi rendah, serta imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik,” ujar Perry.  

Bank sentral juga akan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor dan memitigasi risiko rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar rupiah. 

Kebijakan tersebut akan diperkuat dengan pengelolaan devisa hasil ekspor melalui implementasi Term Deposit valas Devisa Hasil Ekspor sesuai dengan mekanisme pasar. 

5. Tekanan Inflasi Terus Menurun

BI mencatat tekanan inflasi terus menurun dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) secara bulanan tercatat 0,18 persen secara month-to-month (mtm), atau lebih rendah dari pola historisnya di periode awal bulan Ramadan. 

Dengan demikian, secara tahunan turun dari level bulan sebelumnya yakni 5,47 persen year-on-year (yoy) menjadi 4,97 persen yoy. Penurunan inflasi terjadi di semua kelompok, yaitu inti, volatile food, dan administered prices

“Inflasi inti Maret 2023 terus melambat dari 3,09 persen yoy menjadi 2,94 persen yoy dipengaruhi ekspektasi inflasi dan tekanan imported inflation yang menurun serta pasokan agregat yang memadai dalam merespons kenaikan permintaan barang dan jasa,” ujarnya.  

Sementara itu, inflasi volatile food turun dari 7,62 persen yoy pada Februari 2023 menjadi 5,83 persen yoy. Tekanan inflasi yang terus menurun dipengaruhi oleh dampak positif kebijakan moneter BI yang preemptive dan forward looking.  

BI juga meyakini bahwa BI7DRR sebesar 5,75 persen cukup memadai untuk menjangkar inflasi inti tetap berada di kisaran 2 hingga 4 persen dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) juga kembali ke dalam sasaran 2–4 persen.

“Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah, baik pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi,” kata Perry. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper