Bisnis.com, JAKARTA — Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memangkas angka proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi sebesar 2,8 persen pada 2023, turun 0,1 poin persentase dibanding proyeksi awal tahun.
Ekonomi global tersebut diperkirakan melambat dari tahun lalu yang tumbuh sebesar 3,4 persen. Selanjutnya, pada 2024, ekonomi global diperkirakan tumbuh 3,0 persen.
IMF memandang bahwa momentum penguatan pemulihan yang sempat terjadi di awal tahun meredup seiring terjadinya gejolak sektor keuangan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, serta tekanan inflasi yang persisten tinggi.
Negara-negara maju seperti AS diperkirakan tumbuh 1,6 persen pada 2023 dan 1,1 persen pada 2024, sedangkan Eropa diproyeksikan tumbuh 0,8 persen pada 2023 dan 1,4 persen pada 2024.
Kegagalan sistem perbankan di AS dan Eropa dinilai menambah ketidakpastian terhadap outlook kedua kawasan yang sudah mendapat tekanan berat dari inflasi dan pengetatan moneter yang agresif.
Sementara itu, IMF memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,0 persen pada 2023 dan 5,1 persen pada 2024, salah satu yang paling solid di tengah perlambatan ekonomi global.
Baca Juga
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia hingga Maret 2023 terus menunjukkan resiliensi dan penguatan.
“Kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh IMF ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi salah satu bright spot di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian,” katanya dalam siaran pers, Kamis (13/4/2023).
Febrio menjelaskan, penguatan ekonomi di dalam negeri salah satunya tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang konsisten berada di level ekspansif selama 19 bulan berturut-turut, di saat PMI Manufaktur global masih di zona kontraktif.
Di sisi konsumsi, indeks penjualan ritel dan keyakinan konsumen masih tinggi, dengan inflasi yang relatif moderat di tingkat 5,0 persen secara tahunan.
Posisi eksternal Indonesia juga tetap sehat, didukung neraca perdagangan yang membukukan surplus 35 bulan berturut-turut. Sejalan dengan perputaran roda ekonomi yang positif, penerimaan negara tumbuh baik dibarengi dengan belanja negara yang lebih berkualitas.
“Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pemulihan dan stabilitas perekonomian nasional. Dengan kontribusi permintaan domestik yang besar, berbagai upaya untuk mengendalikan inflasi agar tetap berada pada level moderat menjadi sangat krusial untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat,” kata Febrio.
Adapun, IMF memberikan beberapa rekomendasi kebijakan mengingat masih adanya sejumlah risiko yang membayangi perekonomian global. Pertama, kebijakan pengetatan moneter dapat berlanjut dengan tetap menjaga stabilitas keuangan. Kedua, dukungan fiskal terus diprioritaskan untuk melindungi kelompok paling rentan dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Ketiga, pentingnya penguatan kebijakan struktural dan kerja sama multilateral demi mewujudkan perekonomian global yang lebih resilien.
Febrio mengatakan, dalam menghadapi berbagai ketidakpastian, pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk melanjutkan berbagai kebijakan yang pruden namun tetap suportif dalam penguatan pondasi ekonomi.
Pada 2022, defisit fiskal Indonesia telah kembali ke level di bawah 3 persen terhadap PDB, satu tahun lebih cepat dibandingkan dengan rencana awal, yang menunjukkan sikap kehati-hatian dan kredibilitas di tengah peningkatan risiko global.
APBN pun masih diarahkan untuk tetap memberi perhatian utama pada area-area vital seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan perlindungan sosial, akselerasi infrastruktur, peningkatan efektivitas desentralisasi fiskal, serta reformasi birokrasi.