Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi rencana pengusaha ritel menghentikan penjualan minyak goreng jika pemerintah tidak kunjung membayar utang penggantian selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng Rp344 miliar.
Kemendag berharap peritel tidak menghentikan penjualan minyak goreng. Sebab, jika hal tersebut dilakukan akan membuat masyarakat kesulitan memperoleh akses sumber pangan, khususnya di kota-kota besar.
Permintaan itu merespons pernyataan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) terkait opsi untuk menyetop penjualan minyak goreng premium karena kecewa kepada pemerintah yang tak kunjung membayar utang rafaksi Rp344 miliar.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim, berharap peritel bersabar karena pemerintah hanya ingin berhati-hati terkait ganti rugi kepada peritel.
“Jangan sampai setop jualan seperti itu, kan ini akan menimbulkan masalah baru nantinya," kata Isy kepada Bisnis, Jumat (14/4/2023).
Isy mengungkapkan, Kemendag tengah meminta nasihat hukum kepada Kejaksaan Agung mengenai proses rafaksi minyak goreng yang kala itu kebijakannya masih di bawah kepemimpinan Muhammad Lutfi selaku Menteri Perdagangan sebelum Zulkifli Hasan.
Baca Juga
“Kita kan harus hati-hati, takutnya bakal menimbulkan masalah yang lain,” ujarnya.
Lebih lanjut, Isy meminta agar peritel bersabar, meski dirinya tidak bisa menjanjikan kapan utang tersebut bakal diselesaikan pemerintah.
“Kita tunggu saja dulu,” imbuhnya.
Sebelumnya, Aprindo menyatakan akan mengambil langkah menghentikan penjualan minyak goreng jenis premium di puluhan ribu gerai ritel modern mereka.
Rencana aksi tersebut mencuat sebagai bentuk protes pengusaha ritel karena sudah setahun lebih rafaksi minyak goreng belum juga diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang totalnya mencapai sekitar Rp344 miliar.
Seperti diketahui, pada Januari 2022 pemerintah memerintahkan agar minyak goreng kemasan premium bisa dijual seharga Rp14.000 per liter. Penjualan ini dilakukan hanya di ritel-ritel modern.
Harga itu bisa didapat, karena adanya subsidi selisih atas harga keekonomian dan yang ditetapkan pemerintah Rp 14.000 per liter. Subsidi itu seharusnya ditanggung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, mengatakan berdasarkan penghitungan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, harga keekonomian minyak goreng pada Januari 2022 Rp17.260-Rp18.000 per liter. Namun, saat itu, peritel diminta untuk menjual Rp14.000 per liter pada 19-31 Januari 2022.
Menurutnya, jika dihitung, terdapat selisih harga sebesar Rp3.260 per liter dengan harga jual Rp 14.000 per liter kepada konsumen. Kebijakan itu diambil mengintervensi harga minyak goreng yang saat itu tengah mengalami kenaikan.
“Jika Kemendag tidak juga membayarkan, kami mau tidak mau akan menyetop penjualan minyak goreng. Jadinya intinya akan melakukan itu, kapannya, kita akan koordinasi dengan anggota [perusahaan ritel], usulan kami ini,” ujar Roy kepada awak media di Jakarta, Kamis (13/4/2023).