Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Susun Aturan soal Pembagian DBH Sawit Rp3,4 T, Ini Bocorannya

Menkeu Sri Mulyani mulai menyusun aturan soal pembagian dana bagi hasil (DBH) sawit sebesar Rp3,4 triliun. Simak bocorannya.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani memberikan paparan di acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023. Dok Youtube Bappenas RI.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani memberikan paparan di acara Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023. Dok Youtube Bappenas RI.

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mulai menyusun aturan soal pembagian dana bagi hasil (DBH) sawit bagi pemerintah daerah (pemda) dengan total alokasi sebesar Rp3,4 triliun untuk 2023. 

Sri Mulyani menyampaikan aturan yang nantinya akan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan peraturan menteri keuangan (PMK) tersebut telah menetapkan 10 substansi mulai dari alokasi serta formulasi pembagian DBH. 

“Dalam APBN 2023, DBH dialokasikan Rp136,3 triliun, alokasi DBH termasuk di dalamnya adalah DBH sawit, yaitu diidentifikasikan sebesar Rp3,4 triliun sesuai kesepakatan badan anggaran dengan pemerintah,” ungkapnya di kompleks Parlemen, Selasa (11/4/2023). 

Dirinya menyebutkan bahwa besaran tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) No. 28/2022 tentang APBN 2023 dan Peraturan Presiden 130/2022 tentang rincian APBN 2023. 

Adapun, sumber dana untuk DBH akan bersumber dari pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK). 

Substansi ketiga setelah alokasi dan sumber dana, yaitu besarnya porsi DBH sawit minimal 4 persen dan dapat disesuaikan dengan memperhatikan kemampuan negara. 

Sementara itu, formulasi pembagian DBH kenapa daerah yang akan mendapatkan bagi hasil, dengan ketentuan provinsi akan mendapatkan 20 persen dari DBH, sementara kabupaten/kota penghasil akan mendapatkan 60 persen dari DBH, dan kabupaten/kota yang berbatasan mendapatkan 20 persen dari DBH 4 persen. 

“Maka proprosi dari penerimaan provinsi yang akan menerima DBH adalah 20 persen dikali 4 persen atau 0,8 persen. Demkian juga dengan kabupaten/kota penghasil, 60 persen dikali 4 persen yaitu 2,4 persen, dan kab/kota berbatasan 20 persen dikali 4 persen yaitu 0,8 persen,” jelas Bendahara Negara tersebut. 

Keempat, Sri Mulyani menerapkan batas minimal DBH per daerah sebesar Rp1 miliar. Hal tersebut mengingat pada 2022, beberapa bulan Indonesia tidak mendapatkan PE dan BK, sehingga tidak ada penerimaan. 

“Beberpaa bulan PE dan BK itu 0, sehingga penerimaan 0, yang menjadi sumber dana untuk bagi hasil 0, maka nanti jumlahnya terlalu kecil, kami memutuskan ada batas minimum, minimal Rp1 miliar per daerah,” jelasnya. 

Kelima, alokasi perdaerah terbagi menjadi dua, berdasarkan formula yang bergantung dari luas lahan dan tingkat produktivitas lahan. Selain itu alokasi berbasis kinerja, mengacu pada perubahan tingkat kemiskinan dan rencana aksi daerah (RAD) kelapa sawit berkelanjutan. 

Keenam, jumlah daerah yang akan menerima DBH sawit sebanyak 350 daerah, termasuk empat daerah otonomi baru di Papua. 

Ketujuh, terkait sumber data untuk penentuan daerah, luas lahan, produktivitas, dan presentase penduduk miskin mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), Kemendagri, dan Kementan. 

Kedelapan, penggunaan DBH sawit akan digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan serta kegiatan strategis lainnya yang ditetapkan Kemenkeu. Selain itu, alokasi DBH sawit nantinya tidak akan mengurangi alokasi yang dibutuhkan pembangunan daerah dari DAK fisik maupun program infrastruktur lainnya. 

Kesembilan, Sri Mulyani menjelaskan untuk penyaluran DBH akan berlangsung dalam dua tahap, pada Mei (50 persen) dan Oktober (50 persen). Dengan catatan, syarat salur rencana kegiatan untuk pencairan tahap 1, dan laporan realisasi pada tahap 2. 

Terakhir, PP DBH sawit akan diatur bahwa pemerintah dapat menetapkan alokasi minimum DBH sawit. Untuk 2024 mendatang, diusulkan nilai minimal DBH sawit yaitu sebesar Rp3 triliun. 

Sri Mulyani berharap penyusunan rancangan PP dapat segera diselesaikan seingga dapat disosialisasikan kepada Pemda dalam waktu dekat. 

“Kalau bisa selesai pada April atau awal Mei serta PMK dan edukasi sama sosialisasinya bisa dijalankan, kita bisa sesegera mugnkin melakukan pembayaran tahap 1, tadi kami sebut Juni sebagai berjaga jaga bisa mendapatkan waktu untuk menyelesaikan semuanya,” tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper