Bisnis.com, JAKARTA — Runtuhnya bursa kripto FTX pada akhir tahun 2022 masih menyisakan cerita. Debitur perusahaan mengungkapkan sejumlah masalah internal yang diduga ikut menjadi penyebab bangkrutnya perusahaan milik Sam Bankman-Fried tersebut.
FTX disebut gagal karena tidak memiliki kontrol keuangan dan akuntansi mendasar, menjegal perbedaan pendapat , dan bercanda secara internal tentang kecenderungan mereka kehilangan jejak aset jutaan dolar.
Masih berdasarkan laporan tersebut, diketahui akar dari keruntuhan FTX adalah karena keangkuhan, ketidakmampuan, dan keserakahan Bankman-Fried dan eksekutif puncak.
Diketahui bahwa eksekutif puncak tersebut termasuk mantan Direktur Teknik Nishad Singh dan mantan Direktur Teknologi Gary Wang.
"Terlepas dari citra publik yang ingin diciptakannya sebagai bisnis yang bertanggung jawab, Grup FTX dikontrol ketat oleh sekelompok kecil individu yang menunjukkan sedikit minat dalam melembagakan kerangka pengawasan atau kontrol yang tepat," kata laporan tersebut yang dilansir dari Bloomberg (10/4/2023).
Kemudian menurut laporan tersebut, ketika FTX mengajukan perlindungan kepailitan, perusahaan bahkan tidak memiliki daftar lengkap tentang siapa karyawannya.
Baca Juga
Di lain sisi, John J. Ray III, chief executive officer dan chief restructuring officer FTX yang baru, dalam siaran pers mengatakan bahwa mereka merilis laporan pertama sebagai bentuk semangat transparansi yang dijanjikan sejak awal proses Bab 11.
Diketahui bahwa aset digital senilai lebih dari US$1,4 miliar atau setara lebih dari Rp20,8 triliun telah dipulihkan dan diamankan.
Mereka kemudian juga menambahkan bahwa tambahan US$1,7 miliar atau setara Rp25,3 triliun telah diidentifikasi dan sedang dalam proses pemulihan.
Debitur mengatakan bahwa mereka meninjau lebih dari 1 juta dokumen dan menganalisis catatan keuangan dan perangkat elektronik perusahaan cryptocurrency yang tersedia. Debitur juga diketahui mewawancarai 19 karyawan saat menyusun ikhtisar kegagalan kontrol FTX.