Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Abaikan Nikel RI, Kadin Dorong Pemerintah Ajukan Limited FTA

Kadin mendukung rencana pemerintah mengajukan proposal limited free trade agreement (FTA) kepada AS untuk menyikapi paket kebijakan Inflation Reduction Act.
Bendera Amerika Serikat/WallpaperCave
Bendera Amerika Serikat/WallpaperCave

Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai positif inisiatif pemerintah untuk mengajukan proposal perjanjian perdagangan bebas terbatas atau limited free trade agreement (FTA) dengan pemerintah Amerika Serikat untuk menyikapi Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA).

Lewat IRA, pemerintah Amerika Serikat (AS) akan menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan kendaraan listrik. Undang-Undang itu mencakup US$370 miliar subsidi untuk teknologi energi bersih.

Namun, baterai yang mengandung komponen sumber Indonesia dikhawatirkan tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh. Alasannya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan dominasi perusahaan China dalam industri hulu bijih nikel.

Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan Kadin Muhammad Yurizki mengatakan, inisiatif itu diharapkan dapat menjaga keberlanjutan investasi serta rantai nilai pasok bijih nikel hingga turunannya untuk salah satu pasar kendaraan listrik terbesar di dunia, AS mendatang.

“Ini harus kita dorong pemerintah untuk melakukan terobosan-terobosan ini. Kalau tidak dapat FTA-nya, nikel kita tidak bisa dimasukkan ke dalam kredit pajak IRA nanti,” kata Yurizki saat dihubungi, Senin (10/4/2023). 

Situasi itu, kata Yurizki, membuat investasi serta penggunaan mineral kritis bahan baku kendaraan listrik asal Indonesia tidak kompetitif untuk dikembangkan sejumlah pabrikan asal Amerika Serikat. 

Konsekuensinya, dia menambahkan, hasil olahan bijih nikel yang telah dikembangkan di dalam negeri tidak dapat dipasarkan ke dalam rantai pasok industri manufaktur baterai serta kendaraan listrik di dunia nantinya. 

“Supaya nikel kita diperhitungkan yang menjadi syarat dapat tax credit bagi produsen di sana maka dia harus dimasukkan ke dalam IRA lewat FTA tersebut,” tuturnya. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Indonesia memiliki daya tawar yang kuat untuk mengajukan FTA secara terbatas dengan pemerintah AS. Alasannya, Indonesia memiliki potensi cadangan mineral kritis terbesar di dunia untuk komponen bahan baku baterai hingga kendaraan listrik di dunia.  

Luhut berharap perjanjian dagang itu dapat membuat Indonesia tetap kompetitif sebagai negara tujuan investasi baterai hingga komponen kendaraan listrik selepas AS mengeluarkan kebijakan IRA tersebut pertengahan tahun lalu. 

“Kalau tidak [ada FTA] mereka rugi juga karena kita punya green energy untuk prekursor, katoda mereka tidak dapat dari Indonesia karena kita tidak punya FTA, sekarang kita usulkan limited FTA dengan mereka,” kata Luhut saat konferensi pers di Jakarta, Senin (10/4/2023). 

Rencananya, Luhut bersama dengan rombongan bakal berangkat ke AS untuk melanjutkan negosiasi limited FTA itu pada Selasa (11/4/2023). Kunjungan kerja itu juga dibarengi dengan pertemuan dengan Ford Motor Company dan Tesla Inc. ihwal kelanjutan rencana investasi pada penghiliran mineral kritis di Indonesia tahun ini.  

Proposal pengajuan limited FTA itu sekaligus mengikuti jejak Jepang yang lebih dahulu mengamankan kerja sama investasi dan dagang dengan AS di bawah kerangka IRA. Jepang baru saja mendapat limited FTA dengan AS dua pekan lalu. 

Adapun, sejumlah komitmen investasi pada penghiliran mineral kritis dan batu bara di Indonesia belakangan batal dilaksanakan akibat daya tarik IRA yang kuat bagi investor global.  

Misalkan, Air Products & Chemical Inc (APCI) belakangan menarik komitmen investasi mereka sebesar US$2,1 miliar atau setara dengan Rp30 triliun untuk pengembangan gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) bersama dengan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA)  di Muara Enim, Sumatra Selatan awal tahun ini. 

Selain itu, APCI lewat usaha patungan bersama dengan PT Bakrie Capital Indonesia Group dan PT Ithaca Resources, PT Air Products East Kalimantan (PT APEK), juga menarik investasi mereka sebesar Rp33 triliun untuk proyek hilirisasi batu bara menjadi metanol dari kesepakatan bersama dengan anak usaha PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), Kaltim Prima Coal (KPC).  

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan mundurnya APCI dari proyek hilirisasi batu bara di Indonesia disebabkan karena paket insentif dan subsidi energi baru terbarukan (EBT) yang ditawarkan pemerintah dianggap kurang menarik. 

“Air Product merasa di Amerika Serikat lebih menarik bisnisnya jadi dia ke sana, dengan adanya subsidi untuk EBT jadi ada proyek yang lebih menarik untuk hidrogen, Amerika lagi mendorong pemakaian itu,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3/2023).  

Malahan, kata Arifin, sejumlah komitmen investasi pengembangan EBT di beberapa negara Eropa turut susut akibat Undang-Undang Penurunan Inflasi Amerika Serikat tersebut.  

“Itu yang menyebabkan investor banyak lari ke sana [Amerika Serikat],” kata dia.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper