Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mineral Indonesia Diabaikan IRA, Luhut Ajukan Proposal Limited FTA ke AS

Paket kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) dari AS berpotensi menyingkirkan produk mineral asal Indonesia, karena tidak memiliki FTA dan dominasi China.
Suasana tambang nikel Trimegah Bangun Persada (NCKL) milik Harita Group./Istimewa
Suasana tambang nikel Trimegah Bangun Persada (NCKL) milik Harita Group./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia tengah mengajukan proposal perjanjian perdagangan bebas terbatas atau limited free trade agreement (FTA) dengan Pemerintah Amerika Serikat selepas kekhawatiran diskriminasi pajak untuk mineral kritis asal Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia memiliki daya tawar yang kuat untuk mengajukan FTA secara terbatas dengan pemerintah Amerika Serikat. Alasannya, Indonesia memiliki potensi cadangan mineral kritis terbesar di dunia untuk komponen bahan baku baterai hingga kendaraan listrik di dunia. 

Luhut berharap perjanjian dagang itu dapat membuat Indonesia tetap kompetitif sebagai negara tujuan investasi baterai hingga komponen kendaraan listrik selepas Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan IRA tersebut pertengahan tahun lalu. 

“Kalau tidak [ada FTA] mereka rugi juga karena kita punya green energy untuk prekursor, katoda mereka tidak dapat dari Indonesia karena kita tidak punya FTA, sekarang kita usulkan limited FTA dengan mereka,” kata Luhut saat konferensi pers di Jakarta, Senin (10/4/2023). 

Rencanannya Luhut bersama dengan rombongan bakal berangkat ke Amerika Serikat untuk melanjutkan negosiasi limited FTA itu Selasa (11/4/2023) besok. Kunjungan kerja itu juga dibarengi dengan pertemuan dengan Ford Motor Company dan Tesla Inc. ihwal kelanjutan rencana investasi pada penghiliran mineral kritis di Indonesia tahun ini. 

Proposal pengajuan limited FTA itu sekaligus mengikuti jejak Jepang yang lebih dahulu mengamankan kerja sama investasi dan dagang dengan Amerika Serikat di bawah kerangka IRA. Seperti diketahui, Jepang baru saja mendapat limited FTA dengan Amerika Serikat dua pekan lalu. 

Luhut berkeyakinan Amerika Serikat bakal setuju untuk mengesahkan proposal limited FTA dari Indonesia lantaran kepentingan untuk menjaga pasokan mineral kritis pada ekosistem kendaraan listrik mendatang. 

Dia berharap kesepakatan dagang terbatas itu dapat mengamankan sejumlah komitmen investasi hijau dari sejumlah perusahaan global di Indonesia nantinya. 

“Saya kira akan ada mungkin limited free trade agreement dengan kita,” kata dia.

Seperti diketahui, sejumlah komitmen investasi pada penghiliran mineral kritis dan batu bara di Indonesia belakangan batal dilaksanakan akibat daya tarik IRA yang kuat bagi investor global. 

Misalkan, Air Products & Chemical Inc (APCI) belakangan menarik komitmen investasi mereka sebesar US$2,1 miliar atau setara dengan Rp30 triliun untuk pengembangan gasifikasi batu bara menjadi DME bersama dengan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA)  di Muara Enim, Sumatera Selatan awal tahun ini.

Selain itu, APCI lewat usaha patungan bersama dengan PT Bakrie Capital Indonesia Group dan PT Ithaca Resources, PT Air Products East Kalimantan (PT APEK), juga menarik investasi mereka sebesar Rp33 triliun untuk proyek hilirisasi batu bara menjadi metanol dari kesepakatan bersama dengan anak usaha PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), Kaltim Prima Coal (KPC). 

Saat itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan mundurnya APCI dari proyek hilirisasi batu bara di Indonesia disebabkan karena paket insentif dan subsidi energi baru terbarukan (EBT) yang ditawarkan pemerintah dianggap kurang menarik.

“Air Product merasa di Amerika Serikat lebih menarik bisnisnya jadi dia ke sana, dengan adanya subsidi untuk EBT jadi ada proyek yang lebih menarik untuk hidrogen, Amerika lagi mendorong pemakaian itu,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3/2023). 

Malahan, kata Arifin, sejumlah komitmen investasi pengembangan EBT di beberapa negara Eropa turut susut akibat Undang-Undang Penurunan Inflasi Amerika Serikat tersebut. 

“Itu yang menyebabkan investor banyak lari ke sana (Amerika Serikat),” kata dia. 

Sebelumnya, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Asean Business Advisory Council (Asean-BAC) Arsjad Rasjid mendesak pemerintah Amerika Serikat untuk berlaku adil dalam pemberian subsidi hijau bagi mineral kendaraan listrik. 

Arsjad menilai negatif sikap diskriminatif Amerika Serikat (AS) terhadap mineral kritis asal Indonesia yang tertuang pada paket subsidi untuk teknologi hijau. 

Adapun, pemerintah AS menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan kendaraan listrik di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) beberapa pekan ke depan. 

Undang-Undang itu mencakup US$370 miliar subsidi untuk teknologi energi bersih. Namun, baterai yang mengandung komponen sumber Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh.

Alasannya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan dominasi perusahaan China dalam industri hulu bijih nikel.  

“Kami berupaya memastikan memiliki portofolio inklusif, baik China maupun non-China dalam sektor pertambangan nikel guna mencapai kesepakatan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan,” kata Arsjad seperti dikutip dari siaran resmi, Kamis (6/4/2023). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper