Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsorsium Baterai Mobil Listrik LG Digoyang Kebijakan IRA Amerika Serikat

Inflation Reduction Act (IRA) yang diterbitkan pemerintah Amerika Serikat menggoyang konsorsium baterai mobil listrik di Indonesia. Bagaimana bisa?
Pabrik bahan baku baterai mobil listrik yang dibangun oleh Harita Nickel di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan sudah memasuki tahap konstruksi akhir. Istimewa/Harita Nickel
Pabrik bahan baku baterai mobil listrik yang dibangun oleh Harita Nickel di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan sudah memasuki tahap konstruksi akhir. Istimewa/Harita Nickel

Bisnis.com, JAKARTA — LG Energy Solution (LG) belakangan masih intens melakukan perubahan komposisi anggota konsorsium  sebelum melanjutkan transaksi usaha patungan atau joint ventures (JV) baterai listrik bersama dengan Indonesia Baterai Corporation (IBC) tahun ini.

Bahkan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia disebutkan bakal bertemu kembali dengan pimpinan LG untuk membahas komposisi baru dari konsorsium mereka pada Jumat (7/4/2023) besok. Pertemuan itu diharapkan dapat menerima kepastian konsorsium serta rencana investasi LG di sisi penghiliran bijih nikel menjadi baterai listrik di Indonesia. 

Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Nico Kanter mengatakan manuver LG yang belakangan mengubah komposisi anggota konsorsiumnya itu disebabkan karena implementasi Undang-Undang (UU) Penurunan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) yang diterbitkan pemerintah Amerika Serikat pertengahan tahun lalu. 

Seperti diketahui IRA mendiskreditkan produksi baterai dari negara mitra yang belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Amerika Serikat. Selain itu, IRA juga ikut menilai negatif produksi baterai yang didominasi investasinya dari perusahaan China di sisi hulu hingga pengolahan bijih nikel. 

Sementara konsorsium LG lewat HoA yang ditandatangani pada awal 2021 lalu menggandeng beberapa rekanan produsen dan manufaktur yang mayoritas berbasis di Korea Selatan seperti LG Energy Solution, LG Chem, LG Internasional dan Posco. Sedangkan satu mitra mereka berasal dari China yakni Huayou Holding.

Saat itu, Konsorsium LG berkomitmen untuk berinvestasi sekitar US$8 miliar atau setara dengan Rp122,79 triliun pada penghiliran bijih nikel menjadi baterai listrik lewat Proyek Titan.

“Maunya ada diversifikasi ya, mitra kita tidak semua China, kan dengan Amerika Serikat memberlakukan IRA yang perusahaan China itu ada pembatasanlah ya,” kata Nico saat ditemui di Jakarta, Rabu (5/4/2023) malam. 

Situasi itu, kata Nico, membuat IBC bersama dengan pemerintah belum mendapat kepastian lanjutan dari transaksi konsorsium LG di usaha patungan baterai setrum yang telah menandatangani kesepakatan kerja sama atau Head of Agreement (HoA) awal 2021 lalu. 

“Konsorsium members-nya dan komposisinya, masih ingin dimatangkan lagi karena mitranya dia ada China, jadi bukan China itu tidak boleh, buktinya kita dengan China di CBL tapi kami mau diversifikasi dan variasi,” kata dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, rencana investasi LG Energy Solution (LG) pada usaha patungan atau joint venture (JV) penghiliran bijih nikel hingga pabrikan baterai kendaraan listrik bersama dengan Indonesia Battery Corporation (IBC) belakangan mandek. 

LG disebutkan tidak tertarik untuk berinvestasi lebih lanjut hingga tingkat pabrikan baterai listrik seperti yang ditawarkan dalam perjanjian usaha patungan tersebut. Bahkan, LG menyerahkan negosiasi kepada rekanan konsorsium mereka Huayou Holding. 

“Kami dapat informasi dari Aneka Tambang [Antam] bahwa LG itu masih belum jelas statusnya, tapi LG mendorong anggota konsorsiumnya Huayou untuk melanjutkan diskusi dan negosiasi,” kata Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Senin (6/2/2023). 

Kendati demikian, Hendi memandang bahwa Huayou bukanlah mitra yang seimbang bagi Antam, yang merupakan salah satu pemegang saham IBC. Dia beralasan rekanan konsorsium LG itu tidak memiliki keahlian, serta pengalaman untuk pabrikan baterai setrum. Dia menyebut portofolio Huayou lebih banyak pada pengembangan smelter. 

“Kami masih menginginkan adanya konsorsium yang lengkap sampai ke EV manufacturer-nya, sedangkan Huayou kan bergerak hanya di pengembangan smelter,” tuturnya. 

Rencana awalnya pengembangan industri baterai kendaraan listrik IBC bersama dengan konsorsium CBL dan LG ditargetkan efektif pada triwulan pertama tahun ini. Antam telah melaksanakan spin off segmen bisnis nikel mereka senilai Rp9,8 triliun untuk dua anak usaha hasil joint venture dengan konsorsium tersebut.

Dua anak usaha itu, PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA), akan mengelola sebagian wilayah izin usaha perseroan di Halmahera Timur, Maluku Utara untuk penambangan nikel kelas satu jenis mixed hydroxide precipitate (MHP) atau mixed sulphide precipitate (MSP) sebagai bahan baku precursor dan katoda baterai kendaraan listrik.  

Harapannya, kedua proyek pengembangan industri baterai kendaraan listrik itu dapat memasuki masa produksi atau commercial operation date (COD) pada triwulan ketiga 2024.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper