Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memperkuat koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Langkah ini menyusul adanya transaksi janggal Rp189 triliun yang diduga melibatkan Bea Cukai.
Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyatakan Kemenkeu akan berkoordinasi dengan PPATK dan aparat penegak hukum, sesuai arahan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Ini untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal,” ujarnya Minggu (2/4/2023).
Langkah ini menyusul adanya dugaan pencucian uang senilai Rp189 triliun terkait impor emas batangan yang ditemukan dan dikirimkan oleh PPATK sejak 2017. Namun, laporan tersebut baru diketahui Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Maret 2023.
Terkait hal tersebut, Yustinus menegaskan bahwa Kemenkeu tidak pernah menutupi data PPATK kepada Sri Mulyani. Apalagi, terkait dugaan pencucian uang impor emas batangan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Mengenai apa yg disampaikan Pak Mahfud, bahwa ada LHP [Laporan Hasil Pemeriksaan] PPATK yang diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan Itjen. Bukan tidak ditindaklanjuti. Justru sedang berproses maka dilakukan kegiatan intelijen untuk memperkuat ini,” tuturnya.
Baca Juga
Yustinus mengatakan isu yang bermula pada 2016 silam bukan terkait impor, melainkan ekspor. Saat itu, Bea Cukai Soekarno-Hatta menindak ekspor emas melalui kargo yang dilakukan PT Q. Ihwal ini lalu ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan.
Saat pemeriksaan, rupanya ditemukan emas batangan yang tidak sesuai dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Yustinus juga menyatakan seharusnya ada persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan.
Selain itu, di setiap kemasan disisipkan emas berbentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray agar yang diekspor seolah perhiasan. Oleh karena itu, dilakukan penegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.
Yustinus menyatakan upaya itu merupakan modus dari PT Q, yang mengaku sebagai produsen perhiasan tujuan ekspor. Hal ini dilakukan agar perusahaan mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 impor emas batangan, yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor.
“Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Bu Menteri. Semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan termasuk mengenai impor akan kami bahas tuntas,” kata Yustinus.