Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkap mekanisme pelaporan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada Kementerian Keuangan.
Ivan mengatakan bahwa pelaporan dugaan TPPU dilakukan berdasarkan konteks. Apabila terkait tindak pidana asal dan TPPU di bidang kepabeanan, PPTK akan menyerahkan langsung kepada Bea Cukai, begitu pun ketika terjadi di pajak akan diserahkan ke Direktorat Jenderal Pajak.
“Jika terkait dengan penyimpangan internal, kami serangkan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Bisa karena kami temukan proaktif atau kami diminta reaktif,” tutur Ivan kepada Bisnis, Kamis (30/3/2023).
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI kemarin, Rabu (29/3), Menko Polhukam sekaligus Ketua Komite TPPU Mahfud MD mengatakan laporan dugaan pencucian uang senilai Rp189 triliun di Bea Cukai tidak pernah tiba di meja Menteri Keuangan.
Padahal, laporan dugaan tersebut telah dikirimkan PPATK sejak 2017. Lantaran tak digubris, PPATK kembali mengirimkan laporan tersebut pada 2020. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani baru mengetahui hal itu Maret 2023 saat bertemu dengan PPATK.
Dugaan pencucian uang terkait impor emas batangan ini kemudian menyeret nama eks Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kemenkeu, dan eks Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Baca Juga
Nama Heru muncul setelah Mahfud mengutarakan kecurigaannya terkait laporan PPATK yang tidak sampai ke tangan Menkeu. Padahal, laporan itu sudah diserahkan langsung kepada Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi dan Irjen Kemenkeu Sumiyati, yang kala itu menjabat.
“Kenapa tidak pakai surat karena ini sensitif masalah besar, 2 tahun muncul tahun 2020 dikirim lagi, tidak sampai ke Sri Mulyani,” kata Mahfud.
Mahfud menyampaikan persoalan impor emas batangan diduga bermasalah karena dalam surat cukai ditulis sebagai emas murni. Akan tetapi, ketika diselidiki PPATK, Bea Cukai berdalih bahwa emas murni itu dicetak melalui sejumlah perusahaan di Surabaya, Jawa Timur.
“Dicari ke Surabaya tidak ada pabriknya dan itu menyangkut uang miliaran, [tapi] tidak diperiksa. Laporan itu diberikan tahun 2017 oleh PPATK,” ujar Mahfud.