Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan membantah soal adanya pejabat eselon I, yang berusaha menutupi laporan dugaan pencucian uang Rp189 triliun, dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menegaskan bahwa Kemenkeu tidak pernah menutupi data PPATK kepada Sri Mulyani. Apalagi, terkait dugaan pencucian uang impor emas batangan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Bu Menteri. Semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan termasuk mengenai impor akan kami bahas tuntas,” ujarnya Minggu (2/4/2023).
Yustinus mengatakan isu yang bermula pada 2016 silam awalnya terkait ekspor. Saat itu, Bea Cukai Soekarno-Hatta menindak ekspor emas melalui kargo yang dilakukan PT Q. Ihwal ini lalu ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan.
Saat pemeriksaan, rupanya ditemukan emas batangan yang tidak sesuai dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Yustinus juga menyatakan seharusnya ada persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan.
Selain itu, di setiap kemasan disisipkan emas berbentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray agar yang diekspor seolah perhiasan. Oleh karena itu, dilakukan penegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.
Baca Juga
Yustinus menyatakan upaya itu merupakan modus dari PT Q, yang mengaku sebagai produsen perhiasan tujuan ekspor. Hal ini dilakukan agar perusahaan mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 impor emas batangan, yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor.
“Jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi kami. Karena ekspor lah yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q. Dan tentu penyidikan yang dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. Itulah duduk perkara secara kronologis,” ujarnya.
Sementara itu, kata Yustinus, paralel dengan penanganan perkara tersebut, Kemenkeu-PPATK bersinergi dengan pemeriksaan proaktif atas entitas PT Q oleh PPATK, penelitian administrasi kepabeanan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), penelitian administrasi perpajakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kemudian setelahnya penyelidikan dugaan TPPU.
Selanjutnya PPATK mengirim Laporan hasil Pemeriksaan (LHP) pada 2017 dan diterima oleh Ditjen Bea Cukai dan Itjen Kemenkeu.
Berdasarkan kasus PT Q serta ditemukannya kesamaan modus, PPATK menyampaikan SR-205/PR.01/V/2020 kepada Ditjen Bea Cukai, berisi Informasi Hasil Pemeriksaan (IHP) atas grup perusahaan yang bergerak di bidang emas (9 WP Badan, 5 WP OP) dengan total nilai transaksi keuangan keluar-masuk sebesar Rp189,7 triliun.
DJBC kemudian menindaklanjuti SR tersebut, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di bidang kepabeanan.
"Bukan tidak ditindaklanjuti. Justru sedang berproses maka dilakukan kegiatan intelijen untuk memperkuat ini. Apalagi 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa," Tulis Yustinus.
Sebagai informasi, Yustinus menambahkan bahwa PT Q mengajukan Peninjauan Kembali dengan putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 yang menyatakan PT Q Terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.