Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai Indonesia terlambat membangun transportasi publik, sehingga menyebabkan pengguna kendaraan pribadi membeludak dan berujung kemacetan. Namun, sepanjang pemerintahannya, Jokowi justru getol membangun jalan tol yang kini sudah sepanjang 1.800 kilometer.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, di bawah kepemimpinan Jokowi, panjang jalan tol yang beroperasi bertambah sekitar 1.800 kilometer. Perinciannya, pada 2015-2019 panjang jalan tol yang beroperasi bertambah menjadi 1.298,2 km. Selanjutnya, pada 2020 panjang jalan tol yang beroperasi bertambah 246,12 km.
Pada 2021 jalan tol yang beroperasi bertambah 122,84 km, dan pada 2022 panjang jalan tol yang beroperasi mencapai 142,11 km.
Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan pembangunan sarana transportasi umum dan jalan tol memiliki keunggulan dan kendalanya masing-masing.
Menurut Djoko, pembangunan fasilitas transportasi massal tidak semudah dibandingkan dengan membangun jalan tol.
“[Membangun] transportasi umum itu tidak semudah bangun tol, apalagi transportasi umum berbasis jalan,” jelas Djoko saat dihubungi, Kamis (30/3/2023).
Baca Juga
Djoko menjelaskan pembangunan fasilitas transportasi umum tidak hanya digarap dari sisi infrastruktur fisik saja. Pemerintah dan pihak-pihak terkait juga harus membangun sistem pendukung transportasi tersebut dan kemudian membentuk budaya penggunaannya.
Selain itu, dia mengatakan fasilitas transportasi umum juga kemungkinan tidak akan nampak hasilnya secara finansial dalam waktu singkat.
Dia menuturkan, sarana transportasi massal memang tidak akan memberikan keuntungan secara cepat, tetapi akan memberi manfaat dalam jangka panjang.
Djoko mencontohkan, layanan Transjakarta yang pertama kali diluncurkan pada 2004 baru menghasilkan keuntungan secara finansial sekitar 5 tahun belakangan.
Sementara itu, Djoko mengatakan pembangunan jalan tol tidak memerlukan waktu dan sumber daya lebih banyak dibandingkan dengan transportasi umum. Pemerintah hanya perlu membangun prasarana berupa jalan tol dan sarana pendukung terkait yang kemudian akan langsung digunakan oleh kendaraan.
Selain itu, infrastruktur jalan tol cenderung mendapatkan dukungan politis dan dana yang lebih kuat dari daerah setempat. Hal tersebut karena jalan tol akan lebih cepat menghasilkan return atau keuntungan dari sisi finansial dibandingkan dengan pembangunan transportasi publik.
"Di sisi lain, karena melibatkan cukup banyak pihak seperti kontraktor, rekanan, dan lainnya, maka potensi korupsinya juga lebih besar," jelasnya.