Bisnis.com, JAKARTA - Pejabat Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melepas jabatannya sebagai komisaris di perusahaan jalan tol usai disentil oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
Kepala BPJT, Danang Parikesit, mengatakan pihaknya telah menyelesaikan rekomendasi KPK kepada Kementerian PUPR mengenai perlunya penyusunan regulasi tentang benturan kepentingan di lingkungan BPJT.
"Rangkap jabatan sudah diselesaikan mereka yang merangkap jabatan sudah tidak lagi menjabat komisaris," kata Danang dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Selasa (28/3/2023).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menjelaskan kajian KPK menemukan adanya sejumlah masalah dalam tata kelola penyelenggaraan jalan tol di Indonesia. Padahal, pembangunan infrastruktur prasarana transportasi darat itu menjadi salah satu program prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sejumlah fakta ditemukan seiring dengan peningkatan drastis pembangunan jalan tol, seperti lambatnya progres konstruksi, peningkatan biaya, perpanjangan masa konsesi dan lain-lain.
Secara rinci, terdapat enam permasalahan utama penyelenggaraan jalan tol yang telah dipotret oleh KPK. Pertama, perencanaan pembangunan yang tidak akuntabel.
Baca Juga
Kedua, lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan tol. Dokumen lelang disebut hanya mengacu basic design yang tidak cukup memberikan gambaran atas kondisi teknis dari ruas tol yang akan dilelang.
Ketiga, adanya dominasi investor jalan tol yang merangkap sebagai kontraktor. Dari hasil kajian yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa BUMN Karya menjadi investor untuk ruas jalan tol non-penugasan pada 28 dari 42 ruas atau setara dengan 61,9 persen.
Keterlibatan dalam pengusahaan jalan tol menjadi strategi perusahaan karya untuk mendapatkan pekerjaan konstruksi. Akibatnya, BPJT dinilai berada di dua kepentingan berkaitan dengan memastikan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan secara bersamaan mengoptimalkan peluang untuk memaksimalkan marjin melalui kegiatan jasa konstruksi.
Keempat, lemahnya pengawasan pengusahaan jalan tol. Penyebabnya yakni belum adanya mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban BUJT dalam mengimplementasikan PPJT.
Kelima, belum adanya pengaturan detail atas lanjutan kebijakan pengusahaan jalan tol. Keenam, tidak semua BUJT membayarkan dana bergulir dan pengadaan tanah jalan ke pemerintah. Kondisi tersebut dinilai terjadi akibat lemahnya pengawasan dalam memastikan pelaksanaan kewajiban pembayaran BUJT.
Untuk menangani masalah tersebut, KPK memberikan rekomendasi di antaranya penyusunan kebijakan perencanaan jalan tol secara komprehensif, penggunaan Detail Engineering Design (DED) sebagai acuan pelaksanaan lelang pengusahaan jalan tol, revisi persyaratan dan penilaian kemampuan calon peserta lelang, serta penyusunan regulasi tentang benturan kepentingan di lingkungan BPJT.
Selanjutnya, penyusunan peraturan turunan tentang jalan tol terkait dengan teknis pengambilalihan konsesi, serta perlunya penagihan dan memastikan pelunasan pengembalian pinjaman dana bergulir pengadaan tanah dari BUJT.