Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat nilai aset sitaan sepanjang 2022 mencapai Rp315,1 miliar dari 54 aksi penyitaan harta kekayaan.
“Kegiatan penegakan hukum pidana di bidang perpajakan dilakukan dengan penyitaan harta kekayaan dengan hasil harta kekayaan senilai hampir Rp315,1 miliar rupiah berhasil disita oleh penyidik pajak,” tulis DJP dikutip dari laman resmi, Minggu (26/3/2023).
Bila dikomparasikan, jumlah penyitaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 2022 jauh lebih tinggi dari 2021 yang berjumlah 46 kegiatan. Akan tetapi dari sisi nilai aset, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2021 yakni Rp1,06 triliun.
DJP menyatakan kegiatan penegakan hukum pidana yang telah dilakukan sepanjang 2022 mampu memulihkan kerugian pada pendapatan negara senilai hampir Rp1,69 triliun, serta mampu menghasilkan penerimaan pajak hingga Rp3,33 triliun.
“Sehubungan dengan tugas DJP untuk menghimpun penerimaan pajak demi kemandirian pembiayaan negara, kegiatan penegakan hukum pidana berkolaborasi dengan fungsi pengawasan di DJP dan menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp3,33 triliun,” tulis DJP.
Kegiatan penegakan hukum pidana di bidang perpajakan dilakukan lewat pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan forensik digital terhadap tindak pidana di bidang perpajakan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan pidana asal tindak pidana di bidang perpajakan.
Baca Juga
Hal tersebut dimulai dari upaya imbauan, penagihan baik pasif dan aktif, pemeriksaan, hingga tahap penyidikan. Langkah ini juga dinilai memberikan kepastian hukum, melindungi wajib pajak yang sudah patuh, mewujudkan keadilan, dan memberikan manfaat hukum.
Sementara itu, kegiatan penyitaan atas aset milik penanggung pajak sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 189/PMK.03/2022 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.
Berdasarkan pasal 21 ayat (2), Kantor Pelayanan Pajak berhak menyita barang milik penanggung pajak, yaitu uang tunai, logam mulia, perhiasan, surat berharga, piutang, harta kekayaan yang tersimpan pada sektor perbankan dan perasuransian, serta modal pada perusahaan lain.
Selain itu, UU No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) juga memberikan kewenangan kepada penyidik untuk menyita aset wajib pajak. Aturan ini bertujuan mendukung upaya pemulihan kerugian pada pendapatan negara.