Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah belum memberi keputusan terkait kebijakan moratorium ekspor konsentrat tembaga di tengah molornya penyelesaian smelter tahun ini.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan, kementeriannya belum sampai pada keputusan final ihwal rencana moratorium ekspor mineral logam tersebut pertengahan tahun ini.
“Belum ada keputusan,” kata Ridwan saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Berdasarkan informasi awal yang diterima Bisnis, terdapat pengurangan kuota ekspor konsentrat tembaga pada Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) yang disetujui Kementerian ESDM pada Januari 2023 lalu.
Pengurangan kuota ekspor dalam RKAB awal tahun itu disebutkan sebagai antisipasi kementerian pada rencana moratorium pada Juni 2023 mendatang. Sementara itu, porsi produksi perusahaan tambang dalam negeri disebutkan mengalami peningkatan seiring dengan masifnya kegiatan eksploitasi tahun ini.
Ridwan enggan mengonfirmasi terkait dengan informasi pengurangan kuota ekspor konsentrat tembaga beberapa perusahaan tambang domestik. Menurut dia, kebijakan ekspor konsentrat tembaga itu terbilang strategis untuk disampaikan, sementara keputusan final belum rampung dibahas.
Baca Juga
“Nanti biar diputuskan pimpinan saja, ini isunya agak strategis jadi biar bukan pada level saya saja yang menyampaikan,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT Freeport Indonesia (PTFI) dipastikan belum siap untuk menjalankan amanat larangan ekspor konsentrat tembaga pada Juni 2023.
Kepastian itu disampaikan Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta Senin (6/2/2023) petang.
“Kalau bauksit siap, kalau [konsentrat] tembaga tidak siap,” kata Hendi.
Saat itu, sebagian besar anggota komisi energi menagih kesiapan MIND ID bersama dengan PTFI menyusul komitmen Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menghentikan ekspor mineral logam pada pertengahan tahun ini.
Amanat itu tertuang dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Undang-undang itu sekaligus meminta pelaku usaha tambang untuk menyelesaikan pengerjaan smelter mereka paling telat tengah tahun ini.
Setelahnya, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menilai wajar keterangan yang disampaikan Hendi ihwal ketidaksanggupan PTFI untuk menjalankan moratorium ekspor konsentrat tembaga pada pertengahan tahun ini.
Selain keadaan kahar lantaran pandemi, Sugeng beralasan, peralihan kontrak karya (KK) PTFI menjadi IUPK pada 2018 sebenarnya memberi kesempatan pengerjaan smelter tembaga itu rampung hingga Desember 2023.
“Ada force majeure, ada Covid-19 itu maka keluar kurva S tadi Freeport bisa diperpanjang bisa ekspor kalau pada waktu tertentu sampai tingkat capaian tertentu,” tuturnya.
Adapun, pengerjaan smelter Freeport dengan kapasitas olah 1,7 juta dry metric ton (dmt) itu sudah mencapai 51,7 persen pada awal tahun ini. PTFI menargetkan konstruksi smelter itu rampung pada Desember 2023.
Sementara itu, pada Februari 2023 lalu, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengungkapkan, perusahaan berencana melakukan ekspor konsentrat tembaga sebesar 2,3 juta ton tahun ini. Rencana ekspor yang tertuang dalam RKAB perusahaan itu telah disetujui oleh Kementerian ESDM.
Adapun, rencana ekspor 2023 itu lebih tinggi dari kuota ekspor yang diberikan sepanjang 2022 di level 2 juta ton.
“Di RKAB kami di 2023 yang sudah disetujui oleh Kementerian ESDM termasuk ekspor sebanyak 2,3 juta ton konsentrat,” kata Tony saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di DPR RI, Jakarta, Senin (6/2/2023).