Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu berhati-hati dalam menerapkan wacana kebijakan larangan ekspor konsentrat tembaga pada pertengahan tahun ini.
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli berpendapat keputusan itu mesti ditimbang dengan matang lantaran pengerjaan smelter dalam negeri yang digarap oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) baru rampung separuh dari target konstruksi yang ditetapkan.
Selain itu, Rizal juga menyoroti ihwal izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang dipegang PTFI. Izin itu memberi kesempatan PTFI untuk tetap melanjutkan pengerjaan smelter hingga Desember 2023 atau lebih lama dari rencana moratorium ekspor Juni tahun ini.
“Kita juga mesti lihat kepastian berusaha dan kepastian investasi itu juga harus didukung oleh pemerintah. Jangan diputuskan smelter Desember tetapi ekspor Juni sudah disetop,” kata Rizal saat dihubungi Minggu (5/2/2023).
Di sisi lain, kata Rizal, keputusan moratorium ekspor konsentrat tembaga dipastikan akan ikut mengoreksi arus kas kedua perusahaan tambang tersebut.
Apalagi, dia menggarisbawahi, sebagian besar saham PTFI saat ini sudah dipegang oleh pemerintah. Artinya, kebijakan moratorium itu justru akan ikut mengoreksi pendapatan pemerintah mendatang.
Baca Juga
Menurut dia, pemerintah dapat memberi izin ekspor secara terbatas kepada PTFI lewat skema pengetatan kuota ekspor. Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah dapat mengerek bea keluar ekspor tembaga dari setiap penjualan PTFI ke luar negeri tahun ini.
“Tidak mungkin pemerintah akan menghentikan izin ekspor Freeport apalagi 51 persen saham dikuasai BUMN, masa kita mau rugikan perusahaan negara,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah masih meninjau ulang rencana moratorium ekspor konsentrat tembaga yang sedianya dilakukan pada Juni tahun ini.
Seperti diketahui, amanat moratorium ekspor mineral logam mentah sudah menjadi keputusan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Undang-undang itu mengamanatkan penghentian ekspor seluruh mineral logam mentah dilakukan pada pertengahan tahun ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah masih mengevaluasi kembali rencana penyetopan ekspor untuk konsentrat tembaga tersebut.
“Pemerintah sedang mengevaluasi dalam bulan-bulan ini,” kata Airlangga saat ditemui di KEK JIIPE, Gresik, Kamis (2/1/2023).
Evaluasi itu diambil lantaran pengerjaan smelter tembaga dalam negeri yang baru berjalan separuh dari target akhir tahun ini. Selain itu, tenggat pengerjaan pabrik pemurnian PTFI sebenarnya lebih lama dari tenggat yang ditagih undang-undang Minerba yang disahkan pada Juni 2020 lalu.
PTFI mendapat izin pengerjaan smelter hingga Desember 2023. Aturan itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1872/K30MEM/2018 terkait perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Pemerintah belakangan tengah mencari jalan tengah terkait dengan persoalan tumpang tindih amanat undang-undang dengan komitmen yang sudah terkontrak dari perpanjangan IUPK PTFI saat itu.
Malahan pemerintah disebutkan ingin memberi relaksasi untuk moratorium ekspor tembaga tahun ini. Nantinya, PTFI bakal tetap diberi kuota ekspor konsentrat tembaga sembari tetap menaikan bea keluar yang mesti dibayar.
“Ini merupakan komitmen dalam perpanjangan IUPK kemarin sesudah kontrak karya [KK] yang lalu, tentu pemerintah berharap proyek ini selesai di akhir tahun ini,” kata Airlangga.