Bisnis.com, JAKARTA — PT Freeport Indonesia (PTFI) mendapat persetujuan pengurangan bea keluar konsentrat tembaga pada akhir tahun lalu. Saat ini, bea keluar konsentrat tembaga dari PTFI dipatok sebesar 2,5 persen dari ketetapan awal di level 5 persen.
Juru Bicara PTFI Katri Krisnati mengatakan, pengurangan bea keluar itu didapat setelah pengerjaan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter konsentrat tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur melampaui target yang ditetapkan pada pertengahan tahun lalu.
“Kemajuan pembangunan smelter PTFI telah mencapai lebih dari 36 persen, di mana melebihi batas 30 persen sehingga tarif bea keluar yang dikenakan menjadi 2,5 persen dari [semula] 5 persen,” kata Katri saat dihubungi, Minggu (5/2/2023).
Adapun, smelter konsentrat tembaga kedua milik PTFI itu sudah menyerap investasi sebesar US$1,63 miliar atau setara dengan Rp24,25 triliun (asumsi kurs Rp14.883 per US$).
Di sisi lain, PTFI memproyeksikan total biaya smelter baru dan ekspansi smelter di kawasan ekonomi khusus itu dapat mencapai Rp3 miliar atau sekitar Rp44,64 triliun.
Saat ini, pengerjaan smelter dengan kapasitas olah 1,7 juta dry metric ton (dmt) itu sudah mencapai 51,7 persen pada awal tahun ini. PTFI menargetkan konstruksi smelter itu rampung pada Desember 2023.
Baca Juga
“Dengan adanya pengurangan bea keluar ini, PTFI akan terus melanjutkan komitmen untuk menyelesaikan konstruksi smelter pada Desember 2023,” tuturnya.
Di sisi lain, pengurangan pungutan ekspor konsentrat tembaga itu juga diharapkan ikut membantu pengerjaan proyek serta pendapatan PTFI tahun ini.
“Pengurangan bea keluar ini tentunya akan memberikan dampak positif bagi industri,” kata dia.
Dalam perkembangan lain, pemerintah masih meninjau ulang rencana moratorium ekspor konsentrat tembaga yang sedianya dilakukan pada Juni tahun ini.
Seperti diketahui, larangan ekspor mineral logam mentah sudah menjadi amanat dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah masih mengevaluasi kembali rencana penyetopan ekspor untuk konsentrat tembaga tersebut.
“Pemerintah sedang mengevaluasi dalam bulan-bulan ini,” kata Airlangga saat ditemui di KEK JIIPE, Gresik, Kamis (2/2/2023).
Evaluasi itu diambil lantaran pengerjaan smelter tembaga dalam negeri yang baru berjalan separuh dari target akhir tahun ini. Selain itu, tenggat pengerjaan pabrik pemurnian PTFI sebenarnya lebih lama dari tenggat yang ditagih undang-undang Minerba yang disahkan pada Juni 2020 lalu.
PTFI mendapat izin pengerjaan smelter hingga Desember 2023. Aturan itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1872/K30MEM/2018 terkait perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Pemerintah belakangan tengah mencari jalan tengah terkait dengan persoalan tumpang tindih amanat undang-undang dengan komitmen yang sudah terkontrak dari perpanjangan IUPK PTFI saat itu.
Malahan pemerintah disebutkan ingin memberi relaksasi untuk moratorium ekspor tembaga tahun ini. Nantinya, PTFI bakal tetap diberi kuota ekspor konsentrat tembaga sembari tetap menaikan bea keluar yang mesti dibayar.
“Ini merupakan komitmen dalam perpanjangan IUPK kemarin sesudah kontrak karya [KK] yang lalu, tentu pemerintah berharap proyek ini selesai di akhir tahun ini,” kata Airlangga.