Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah memetakan sejumlah wilayah pengawasan guna mencegah impor pakaian bekas ilegal masuk ke Indonesia.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani menuturkan bahwa pencegahan impor pakaian bekas difokuskan di wilayah pesisir timur Sumatera, Batam, dan Kepulauan Riau dengan menggunakan pelabuhan tidak resmi.
Selain itu, Bea Cukai juga fokus melakukan pengawasan di sejumlah pelabuhan utama di Indonesia, mulai dari Tanjung Priok (DKI Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Tanjung Mas (Semarang), hingga Pelabuhan Belawan (Medan).
“Di mana komoditi pakaian bekas itu diselipkan di antara dominasi barang lainnya, yang tentunya menjadi kewaspadaan kami untuk melakukan penindakan dan juga risiko dari lintas batas yang menjadi titik pengawasan kami,” kata Askolani, Selasa (14/3/2023).
Dia menuturkan bahwa Bea Cukai telah melakukan penyitaan terhadap ratusan impor pakaian bekas yang terdiri atas 7.877 bal pakaian layak bekas atau thrift.
Sepanjang 2022, Bea Cukai telah menindak 234 kasus impor pakaian bekas dengan total mencapai 6.177 bal. Adapun, pada Januari – Februari 2023, Bea Cukai menindak 44 kasus yang terdiri atas 1.700 bal pakaian seken.
Baca Juga
“Sesuai dengan ketentuan pemasukan barang komoditi, misalnya pakaian, tidak diizinkan untuk bekas. Jadi harus baru, kecuali untuk barang tertentu yang ditetapkan lain dan dikecualikan oleh Permendag [Peraturan Menteri Perdagangan,” ujarnya.
Sebagai informasi, impor pakaian bekas memang sudah dilarang berdasarkan Permendag No. 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Di sisi lain, fenomena thrift memang semakin populer dalam beberapa tahun terakhir. Menjamurnya bisnis tersebut kini dinilai menjadi gangguan serius bagi eksistensi industri garmen di Tanah Air.
Berdasarkan catatan Bisnis, aktivitas thrifting sudah ada sejak lama. Di beberapa daerah di Jawa, aktivitas ini biasa disebut ‘awul-awul’ sedangkan di Pontianak disebut dengan ‘lelong’. Ada juga istilah ‘leker’ atau lelong keren yang masih dipakai oleh masyarakat Pontianak hingga kini.
Di Medan orang memakai istilah 'Monza' yang berasal dari akronim Monginsidi Plaza. Alasannya, karena dulu pakaian bekas banyak dijual di Jalan Monginsidi. Meskipun sekarang sudah tidak lagi untuk jualan pakaian bekas, istilah Monza tetap dipakai.