Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Bank Mandiri melihat suatu pola dalam pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) lima tahunan di Indonesia yang selalu tepat satu tahun setelah situasi ekonomi global tertekan.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyampaikan kondisi ini membuat gross domestic product atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia selalu berada posisi lemah di tahun pemilu.
“Tahun pemilu Indonesia, pada satu tahun sebelumnya selalu ada situasi ekonomi global yang tidak menguntungkan,” ujarnya dalam Indonesia’s Economic and Political Outlook 2023 yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Kilas balik pada Pemilu 2009, jelas Andry, kala itu terjadi krisis ekonomi global yang berlangsung sejak 2008 yang membuat pasar keuangan jatuh. Kondisi tersebut akibat subprime mortgage atau adanya kredit macet di sektor properti Amerika Serikat (AS).
Bahkan, perusahaan raksasa yang berusia lebih dari 100 tahun, Lehman Brothers, ambruk akibat krisis tersebut. Dampaknya terhadap Indonesia, pertumbuhan PDB melemah dari level 6,1 persen (2008) menuju 4,5 persen.
Berlanjut pada Pemilu 2014, di mana satu tahun sebelumnya atau pada 2013 dunia mengalami taper tantrum atau penerapan kebijakan mengurangi nilai pembelian aset, seperti obligasi atau quantitative easing (QE) oleh The Fed.
Baca Juga
Apabila hal tersebut terjadi, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke AS sehingga dapat memicu gejolak pasar keuangan.
“Pada saat itu The Fed mengambil langkah seperti sekarang dengan memberikan sinyal untuk menaikkan suku bunga acuan dan berdampak pada arus keluar modal Indonesia saat itu,” jelasnya.
Bergeser pada masa Jokowi-Ma’ruf Amin melawan Prabowo-Sandi pada 2019, Indonesia dihadapkan pada perang dagang antara AS dan China yang mulai pada pertengahan 2018 dan menjatuhkan harga komoditas.
Meski tingkat konsumsi selalu naik pada masa kampanye dan pemilu, karena kondisi global tersebut PDB Indonesia melemah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat PDB Indonesia pada 2018 di level 5,17 persen dengan PDB per kapita US$3.927, sementara 2019 turun ke level 5,02 persen disaat PDB per kapita justru melesat ke US$4.174.
“Itulah sebab kenapa PDB Indonesia selalu melemah saat Pemilu,” imbuhnya.
Menghadapi tahun Pemilu 2024, Andry melihat terdapat momentum bagi Indonesia untuk dapat tumbuh lebih baik dari sebelumnya karena konsumsi rumah tangga terus naik seiring pelonggaran mobilitas.
Namun lagi-lagi, satu tahun sebelum Pemilu 2024, tahun ini dunia dihantui dengan ancaman resesi bahkan dua bank di AS runtuh dalam satu minggu, yaitu Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank.
Pada kesempatan yang sama, Pengamat Ritel sekaligus Staf Ahli Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo memastikan adanya pemilu akan menaikkan konsumsi masyarakat di bawah tekanan ekonomi.
“Menjelang Pemilu 2024 harapannya konsumsi akan semakin bertambah,” katanya.
Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggarkan dana pada APBN 2023 untuk keperluan Pemilu 2024 sebesar Rp21,86 triliun.