Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat ini merangkap hingga 30 jabatan di samping tugasnya sebagai menteri keuangan.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa posisi yang dijabat Sri Mulyani tersebut merupakan amanat dari UU karena terkait dengan aspek-aspek kebendaharaan negara.
“Itu adalah amanah UU, Ex Officio Menteri Keuangan itu perintah UU, karena jabatannya, bukan karena orangnya,” katanya kepada wartawan di Kementerian Keuangan, Jumat (10/3/2023).
Yustinus menjelaskan bahwa jabatan Sri Mulyani di luar menteri keuangan tersebut tidak menghasilkan baik gaji, tunjangan, maupun honorarium.
“Jadi justru sebenarnya kalau kita balik, mau tidak orang dibebani rangkap jabatan sampai 30 tapi penghasilannya cuma satu?” tuturnya.
Die kembali menegaskan, rangkap jabatan Sri Mulyani semata-mata dilakukan untuk menjalankan tugas dan fungsi menteri keuangan sebagai bendahara negara.
Baca Juga
Sebelumnya, di acara Kick Andy Double Check, Sri Mulyani mengaku bahwa dirinya merangkap 30 jabatan, di antaranya sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Anggota SKK Migas, hingga Dewan Energi Nasional.
“Saya ini rangkap 30 jabatan karena hampir semua meminta saya menduduki jabatan,” katanya.
Dia juga mengaku tidak mendapatkan gaji tambahan dari jabatannya tersebut, sesuai dengan UU Keuangan Negara bahwa seorang menteri hanya boleh menerima gaji dari satu sumber.
“Menurut UU Keuangan Negara, saya tidak boleh menerima gaji lebih dari satu,” jelas Sri Mulyani.
Adapun isu rangkap jabatan pejabat negara menjadi perhatian seiring adanya sorotan soal kekayaan tidak wajar dari sejumlah pejabat Kementerian Keuangan.
Pasalnya, rangkap jabatan membuat petinggi negara itu bisa mendapatkan 'penghasilan tambahan' selain gaji dan tunjangannya sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat bahwa dari 243 jabatan komisaris di perusahaan pelat merah, di antaranya terdapat 95 aparatur negara yang merangkap jabatan. Mereka menjadi komisaris di badan usaha milik negara (BUMN) maupun anak usahanya.