Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id : Dari Jalan Terjal Hilirisasi Batu Bara hingga IPO Grup Harita

Berita tentang tantangan proyek gasifikasi baru bara hingga IPO Grup Harita menjadi berita pilihan editor BisnisIndonesia.id.
Ilustrasi top 5. Sumber: Canva
Ilustrasi top 5. Sumber: Canva

Bisnis.com, JAKARTA — Proyek gasifikasi batu bara menjadi produk gas atau dimethyl ether (DME) yang digarap PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) bersama PT Pertamina (Persero) dan Air Products and Chemicals Inc. hingga kini masih belum ada kejelasan, bahkan terancam gagal terealisasi.

Berita tentang tantangan proyek gasifikasi baru bara menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Jumat (10/3/2023):

1. Jalan Terjal Proyek Gasifikasi Batu Bara

Percepatan proyek gasifikasi batu bara menjadi produk gas atau dimethyl ether (DME) merupakan salah satu bentuk ikhtiar pemerintah agar Indonesia bisa terlepas dari belenggu impor gas minyak cair (liquefied petroleum gas/LPG).

Salah satu proyek penghiliran batu bara menjadi DME yang digadang-gadang bisa mengurangi subsidi APBN hingga Rp7 triliun dari pemangkasan impor LPG adalah proyek yang digarap PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) bersama PT Pertamina (Persero) dan Air Products and Chemicals Inc.

Namun, proyek DME yang tahapan groundbreaking-nya diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan pada 24 Januari 2022 lalu, hingga kini masih belum ada kejelasan, bahkan terancam gagal terealisasi.

Air Products and Chemicals Inc. (APCI) yang sejatinya berkomitmen untuk investasi awal sebesar US$2,1 miliar atau setara dengan Rp30 triliun, kini malah menyatakan mundur dari proyek gasifikasi yang sudah ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).

 

2. Menjawab Ujian Industri Asuransi Umum & Reasuransi

Selama masa pemulihan ekonomi nasional, kinerja aset dan premi asuransi umum hingga reasuransi mengalami pertumbuhan, meskipun masih terdapat potensi ancaman ketidakpastian ekonomi global, lantaran biaya modal yang meningkat hingga adanya eksposur yang tinggi.

Selama masa pemulihan ekonomi nasional, aset dan premi asuransi umum dan reasuransi terus tumbuh masing-masing sebesar 7,01 persen secara tahunan (year-on-year/ YoY) dan 19,8 persen YoY per Januari 2023.

Meskipun mengalami pertumbuhan, industri asuransi masih berpotensi terhadang ketidakpastian global. Pasar asuransi akan terus berada dalam siklus pasar yang sulit, karena biaya modal yang meningkat dan eksposur risiko yang dapat diasuransikan yang lebih tinggi, terutama yang sensitif terhadap kondisi ekonomi.

Regulator menilai perusahaan asuransi harus melakukan proses underwriting secara lebih hati-hati dan disiplin. Langkah tersebut dilakukan untuk menghindari dampak memburuknya kondisi ekonomi terhadap kondisi likuiditas dan solvabilitas.

 

3. Waspadai Pelemahan Pasar Surat Utang 

Yield Surat Utang Negara (SUN) Pemerintah Indonesia tenor 10 tahun kembali ke level 7 persen, melemah dari sebelumnya di kisaran 6,7 persen, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap berlanjutnya kebijakan pengetatan moneter the Fed.

Perkembangan ini menjadikan kinerja instrumen ini kembali berisiko mengalami tekanan kinerja lanjutan. Sejalan dengan itu, instrumen-instrumen turunannya seperti reksa dana pendapatan tetap pun bakal ikut melemah.

Yield SUN 10 tahun yang kerap menjadi acuan bagi pasar surat utang Indonesia sejatinya sudah mengalami penurunan setelah menyentuh puncak di kisaran 7,6 persen pada Oktober 2022 lalu. Di akhir Januari 2023 lalu, yield ini sudah menguat hingga ke level 6,7 persen.

Sayangnya, sepanjang Februari 2022, yield kembali meningkat hingga kini mulai kembali menyentuh level 7 persen, tepatnya di level 7,08 persen hari ini, Kamis (9/3/2022). Wajar saja, kondisi yang sama terjadi di pasar surat utang Amerika Serikat yang menjadi acuan bagi pasar surat utang seluruh dunia.

Kinerja yield SUN 10 Tahun Indonesia dalam setahun terakhir hingga Kamis, 9 Maret 2023. Yield ada di posisi 7,088 persen. Sumber: worldgovernmentbonds.com.

4. Bank Siap Akhiri Relaksasi Restrukturisasi Kredit

Berakhirnya kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit pada akhir bulan ini bagi mayoritas sektor usaha debitur yang terdampak oleh pandemi mengharuskan perbankan untuk menata ulang strategi pencadangannya guna mengimbangi potensi kenaikan nilai kredit berisiko.

Sebagaimana diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah kembali memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak Covid-19 yang seharusnya berakhir pada 31 Maret 2023. Relaksasi tersebut diperpanjang lagi hingga 31 Maret 2024.

Namun, perpanjangan relaksasi itu hanya berlaku untuk sejumlah sektor industri dan di daerah tertentu saja, tidak lagi berlaku untuk semua sektor. Dengan kata lain, mayoritas debitur tidak dapat lagi mengajukan permohonan restrukturisasi kredit dengan relaksasi atas dasar terdampak pandemi.

Seiring dengan itu, nilai kredit dalam risiko atau loan at risk (LaR) perbankan pun berpotensi meningkat. Kondisi ini mengharuskan perbankan untuk menyediakan bantalan likuiditas yang lebih tebal sebagai cadangan untuk meredam potensi pemburukan kualitas kredit.


 

5. Aksi IPO Anak Usaha Harita Group & Magnet Kuat Nikel

Harita Group milik crazy rich Lim Hariyanto siap mengantarkan anak usaha Harita Nickel, PT Trimegah Bangun Persada (PT TBP) untuk melantai di bursa melalui penawaran umum perdana saham atau initial public offering/IPO.

PT TBP berharap dapat meningkatkan realisasi produksi hingga akhir tahun ini seiring dengan komitmen perseroan untuk makin ekspansif di sisi penghiliran nikel kadar rendah. IPO dapat menjadi strategi untuk memperoleh dana segar demi mendongkrak ekspansi perusahaan.

Belum lagi, perusahaan ini diperkirakan membutuhkan modal besar untuk ekspansi smelter nikel HPAL (High Pressure Acid Leaching).  Jika diperinci, PT TBP saat ini dalam proses ekspansi pabrik HPAL kedua di Kawasan Industri Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Harita Nickel dikabarkan tengah menggelar roadshow untuk IPO dengan target dana hingga US$600 juta atau setara Rp9,26 triliun. Adapun proses bookbuilding akan dilakukan selama Maret 2023. Penggalangan dana publik itu diharapkan dapat menambal kebutuhan investasi yang diperlukan perseroan bersama mitra strategis lainnya untuk melakukan ekspansi pabrik HPAL tahun ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper