Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia segera kedatangan perusahaan tekstil asal Sri Lanka yang bakal menyerap sebanyak 12.000 pekerja di Semarang.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Adie Rochmanto Pandiangan. Menurutnya, perusahaan tekstil asal Sri Lanka tersebut telah mendarat di Semarang, Jawa Tengah.
“Dia sudah pindahkan pabrik dari Sri Lanka, itu perusahaan besar, dia [menyerap] 12.000 pegawai dari sini,” kata Adie kepada Bisnis.com, Selasa (28/2/2023).
Adie tidak menyebutkan secara gamblang nama perusahaan asal Sri Lanka dan jumlah investasi melalui penanaman modal asing (PMA) yang baru saja ditanamkan tersebut.
Akan tetapi, menurut Adie perusahaan tekstil tersebut, saat ini sudah mulai melakukan aktivitas produksi, dan rencananya Kemenperin akan bertandang ke pabrik tersebut dalam waktu dekat.
Lebih lanjut Adie menjelaskan, meskipun saat ini industri tekstil dalam negeri tengah mengalami kesulitan dalam memasarkan produk, tetapi kedatangan perusahaan asing bukanlah kabar buruk.
Baca Juga
Bahkan menurutnya, hal ini menjadi sinyal bahwa negara lain menganggap Indonesia sebagai negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, sehingga Sri Lanka mempercayakan industri di Indonesia untuk menerima PMA baru.
“Ini kan investasi ya tidak apa-apa, kalau persaingan kan ya namanya bisnis,” tutur Adie.
Selain itu, sambung Adie, perusahaan baru tersebut sudah pasti akan memikirkan proses hulu hingga hilir, termasuk ke mana produknya akan dipasarkan. Dengan demikian, industri dalam negeri tidak perlu khawatir dalam hal ini.
“Kalau pemasarannya, kalau dia sudah kesini kan dia sudah memikirkan sejauh itu, kan risiko bisnis,” kata Adie.
Terlebih, Adie menuturkan, saat ini industri tekstil dalam negeri tengah menjajaki pertumbuhan pesanan lokal. Bahkan pasar domestik Indonesia tengah jadi bulan-bulanan berbagai negara untuk memasarkan produknya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, industri tekstil masih termasuk subsektor industri manufaktur yang berada dalam posisi kontraksi berdasarkan indeks kepercayaan industri (IKI) Kemenperin pada Februari.
Hal ini lantaran sejak tahun lalu, industri tekstil terdampak pelemahan permintaan ekspor akibat ketidakstabilan ekonomi di negara-negara tujuan ekspor. Sementara, pelaku industri juga tidak bisa mengandalkan pasar domestik lantaran banjir produk impor ilegal.