Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menegaskan, pihaknya telah melakukan diskusi dan melibatkan asosiasi perberasan nasional dalam menetapkan batas harga pembelian (HPP) gabah dan beras.
Asosiasi yang dimaksud termasuk termasuk Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), dan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi).
“Perwakilan petani dari HKTI dan KTNA kita libatkan perumusan harga tersebut. Tentunya kebijakan harga tersebut kita susun untuk menjaga harga petani dan konsumen,” kata Arief dalam keterangan tertulis, Kamis (23/2/2023).
Seperti diketahui, Bapanas baru-baru ini telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Kepala Bapanas tentang Harga Batas Atas Pembelian Gabah/Beras sebagai acuan harga bagi penggilingan padi sesuai kesepakatan dalam Rakor Perberasan 20 Februari 2023.
Arief menuturkan, surat edaran tersebut bertujuan untuk melindungi semua kepentingan stakeholder perberasan dari hulu hingga hilir.
Dalam surat edaran tersebut memuat harga batas atas pembelian gabah/beras yang telah dihitung berdasarkan struktur ongkos produksi gabah/beras di tingkat petani dan penggilingan.
Adapun, ceiling price yang ditetapkan sebagai berikut, Gabah Kering Panen (GKP) Tingkat Petani Rp 4.550 per kg, GKP Tingkat Penggilingan Rp 4.650 per kg, Gabah Kering Giling (GKG) Tingkat Penggilingan Rp 5.700 per kg, dan Beras Medium di Gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kg.
Penetapan ceiling price mulai berlaku pada 27 Februari 2023 hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
“Ceiling price yang disepakati lebih tinggi sekitar 8 sampai 9 persen dari harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.24 Tahun 2020,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menyesalkan Bapanas tak melibatkan organisasi petani dalam merumuskan kebijakan batas atas pembelian gabah dan beras.
Dia menilai, kesepakatan ini menjadi tidak representatif karena tidak ada perwakilan dari petani. Bahkan dari Kementerian Pertanian pun tak dilibatkan.
“Sebaliknya, Bapanas justru melibatkan korporasi pangan, seperti Wilmar Padi. Keterlibatan dalam menentukan batas atas harga menjadi ruang bagi korporasi pangan skala besar untuk dapat membeli gabah dari petani dengan harga murah, lalu memprosesnya [mengolah dan mendistribusikan nya] dengan standar premium dan harga yang premium atau harga tinggi,” ujarnya.