Bisnis.com, JAKARTA – Surplus neraca perdagangan Indonesia diproyeksi menyusut pada Januari 2023, seiring dengan permintaan global dan harga komoditas yang melemah.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2023 akan mencapai US$3,43 miliar, lebih rendah dari capaian bulan sebelumnya sebesar US$3,89 miliar.
Dia memperkirakan, ekspor Indonesia pada periode tersebut akan terkontraksi sebesar 10,87 persen secara bulanan (month-to-month/mtm) dikarenakan penurunan harga komoditas, terutama batu bara.
Namun demikian, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, ekspor diperkirakan tumbuh sebesar 10,76 persen (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 6,6 persen yoy.
“Pertumbuhan ekspor secara tahunan diperkirakan akan menguat di tengah low-base effect dari larangan ekspor batu bara tahun lalu,” katanya, Selasa (14/2/2023).
Sejalan dengan itu, Faisal memperkirakan impor Indonesia juga akan mencatatkan kontraksi sebesar 10,36 persen pada Januari 2023.
Baca Juga
Secara tahunan, impor diperkirakan turun -2,23 persen yoy. Perkembangan tersebut sejalan dengan data terakhir PMI manufaktur Indonesia dan Commodity Channel Index yang menunjukkan permintaan domestik sedikit membaik, namun harga minyak terpantau menurun.
Faisal mengatakan, pertumbuhan ekspor diperkirakan cenderung melambat ke depan karena penurunan harga komoditas, didorong oleh permintaan global yang lesu.
Namun demikian, menurutnya surplus perdagangan bisa bertahan lebih lama sebelum berubah menjadi defisit karena penurunan harga komoditas akan lebih bertahap setelah China membuka kembali perekonomiannya.
Sementara itu, pertumbuhan impor diperkirakan akan lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor pada 2023 karena permintaan domestik yang terus menguat, menyusul pencabutan PPKM pada akhir 2022 dan kebijakan pemerintah untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional.
Dengan perkembangan tersebut, Faisal memperkirakan neraca transaksi berjalan Indonesia untuk berubah menjadi defisit yang dapat dikelola sekitar 1,10 persen dari PDB pada 2023, dari perkiraan surplus sebesar 1,05 persen dari PDB pada 2022