Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indef: Indonesia Sulit Keluar dari Middle Income Trap

Indef menilai Indonesia akan sulit keluar dari middle income trap dan menuju high income country. Apa alasannya?
Pedagang beraktivitas di salah satu pasar tradisional di Jakarta, Selasa (25/10). Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) memperkirakan tingkat inflasi hingga minggu ketiga Oktober 2022 mencapai 0,05% secara bulanan (month-to-month/mtm). JIBI/Bisnis/Abdurachmanrn
Pedagang beraktivitas di salah satu pasar tradisional di Jakarta, Selasa (25/10). Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) memperkirakan tingkat inflasi hingga minggu ketiga Oktober 2022 mencapai 0,05% secara bulanan (month-to-month/mtm). JIBI/Bisnis/Abdurachmanrn

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melihat perjalanan Indonesia untuk keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap. Perjalananan RI menjadi high income country kian panjang. 

Meski dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi 5,3 persen (year-on-year/yoy) pada 2022, Wakil Direktur Indef Eko Sulistiyanto melihat dari sisi gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB), Indonesia masih satu pertiga jalan menuju negara berpendapatan tinggi.

“GDP perkapita Indonesia itu US$4.783, jadi masih jauh dari threshold negara maju minimal US$12.000 perkapitanya. Ini masih sepertiga dari negara yang dikatakan keluar dari middle income trap,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Indef secara virtual, Selasa (7/2/2023). 

Meski demikian, Eko mengungkapkan bahwa PDB Indonesia masih jauh lebih baik dari negara tetangga seperti Vietnam (US$3.716,80) dan Filipina (US$3.623,32).

Pada kesempatan yang sama, Ekonom Center of Macroeconomics and Finance Indef Abdul Manap Pulungan juga melihat, meski ada waktu sekitar 22 tahun menuju target Indonesia menjadi high income country pada 2045, capaian tersebut masih cukup jauh. 

“Indonesia menargetkan menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045, berarti sekitar 22 tahun lagi. Sementara PDB kita US$4.783,9 untuk mencapai sekitar US$12.000 itu masih sangat jauh,” ungkapnya. 

Untuk itu, pada posisi saat ini dirinya mengharapkan memang pemerintah mempercepat transformasi ekonomi, salah satunya melalui hilirisasi. 

“Teorinya Solow itu menyebutkan [pertumbuhan ekonomi] ada kapital, tenaga kerja, dan teknologi. Indonesia di tiga komponen ini masih bermasalah semua,” jelasnya. 

Mulai dari kapital yang masih bergantung terhadap PMA maupun kedalaman penanaman modal kita masih rendah.

Sumber daya manusia (SDM) juga rendah khususnya para tenaga ahli dan sebagian dari mereka berpendidikan rendah. 

Teknologi pun menjadi masalah karena nyatanya meski telah ada PMA yang masuk, seharusnya teknologi juga masuk seiring dengan penurunan impor barang. 

“Saya relatif belum percaya terjadi di Indonesia, ketika itu memang terjadi, seharusnya impor barang kapital kita tidak akan setinggi ini,” ujarnya. 

Syarat Keluar dari Middle Income Trap

Di sisi lain, Ekonom Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad heri Firdaus melihat agar kontribusi ekonomi bertahan terhadap PDB, sektor industri perlu tumbuh dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi. 

“Saya pernah melakukan penelitian, kalau kita mau keluar dari middle income trap dalam waktu 8-10 tahun, pertumbuhan sektor manufaktur harus dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional selama 5 tahun berturut turut, itu tantangannya,” paparnya. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat penyerapan tenaga kerja di industri pengolahan menjadi ketiga tertinggi sebesar 14,17 persen dari total penduduk bekerja (153,50 juta orang) atau sekitar 19 juta orang.  

“Jadi solusinya pertumbuhan industri harus lebih besar di atas pertumbuhan ekonomi nasional, kalau bisa dua kali lipat, banyak faktor yang harus dilakukan supaya industri manufaktur kita tumbuhnya besar,” kata Heri. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa untuk keluar menjadi high income country, ada tantangan besar dari sisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan. 

Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan dari sisi sumber daya manusia, reformasi birokrasi, transformasi ekonomi, implementasi kebijakan fiskal yang baik, hingga pembangunan infrastruktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper