Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan agar pelarangan ekspor logam timah dilakukan secara bertahap.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin memaparkan bahwa masih banyak tantangan bila ingin menyetop ekspor timah. Beberapa di antaranya, industri produk end user penyerap logam timah dalam negeri masih sangat kecil, sementara ekspor sangat besar.
Kemudian, logam timah bukan bahan baku utama dalam proses produksi dan hanya bahan baku pendukung. Sebagian besar bahan baku untuk produksi tin chemicals dan tinplate masih impor dengan harga yang relatif mahal, sementara belum terdapat produsen Indonesia yang dapat memasok bahan baku tersebut.
"Kita juga perlu waktu untuk penguatan kapasitas hilirisasi logam timah. Kemudian pasar juga masih relatif kecil di dalam negeri," ujar Ridwan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (1/2/2023).
Oleh karena itu, tim kerja Ditjen Minerba pun mengusulkan pelarangan ekspor timah dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama, dalam periode 2 tahun, dilakukan dengan mensubstitusi impor untuk meningkatkan penyerapan pasar produk hilir logam timah dalam negeri melalui peningkatan kapasitas produksi pabrik-pabrik tin solder dan tin chemical yang sudah ada di dalam negeri.
Baca Juga
Kemudian dalam periode 3 tahun berikutnya, dapat dilakukan peningkatan produksi tin plate dengan pembangunan satu pabrik tin plate baru untuk mensubstitusi impor tin plate, dengan catatan industri besi/baja juga ikut dikembangkan. Upaya mensubtitusi impor harus didukung dengan kebijakan pembatasan impor produk hilir logam timah yang masuk ke Indonesia agar penyerapan dari dalam negeri bisa maksimal.
"Sehingga kita bisa secara bertahap di satu sisi kita larang ekspor, di dalam kita perkuat kapasitas. Kemudian kita mulai batasi impor agar terjadi keseimbangan," jelas Ridwan.
Tahap kedua, Ditjen Minerba mengusulkan bahwa setelah tahapan pertama selesai, dalam periode 5 tahun berikutnya untuk menjawab kenaikan permintaan di dalam maupun di luar negeri, dapat dilakukan peningkatan kapasitas dan ekspansi atau pendirian pabrik hilir timah yang baru.
Dukungan kebijakan pemerintah berupa pemberian insentif fiskal, finansial, infrastruktur, dan lainnya juga dinilai sangat penting untuk mengakselerasi pertumbuhan pasar dan industri hilir logam timah di dalam negeri.
Sementara itu, Ridwan menegaskan bahwa hingga saat ini pemerintah belum memutuskan kapan larangan ekspor logam timah diberlakukan.
"Saya tegaskan ekspor timah belum dilarang saat ini. Hanya baru disampaikan ketika kunjungan Presiden di Bangka Oktober lalu, beliau hanya bilang akan kami larang, tapi waktunya kapan sedang diperhitungkan. Jadi saat ini ekspor logam timah belum dilarang," tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa akan melanjutkan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah untuk komoditas-komoditas lain, seperti bauksit, timah, tembaga, dan lainnya. Jokowi berharap komitmen moratorium ekspor mineral itu dapat meningkatkan nilai tambah industri di dalam negeri sembari menciptakan lapangan kerja yang masif di tengah transisi energi saat ini.
“Kita telah hentikan ekspor bahan mentah nikel, bauksit. Nanti timah, tembaga dan lain-lainnya sehingga bisa menghasilkan nilai tambah lapangan kerja sebanyak-banyaknya,” kata Jokowi saat membuka Saratoga Investment Summit, Jakarta, Kamis (26/1/2023).