Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan bakal tetap menghentikan ekspor konsentrat tembaga pada tahun ini.
Keputusan itu diambil Jokowi setelah menengok perkembangan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter milik PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang sudah lebih dari 50 persen awal tahun ini.
“Sebentar lagi mau saya umumkan tembaga setop tahun ini, karena saya cek kemarin smelternya Freeport dan smelter yang ada di NTB [AMNT] sudah lebih dari 50 persen, jadi berani kita setop,” kata Jokowi saat membuka Mandiri Investment Forum, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Malahan Jokowi berkelakar, perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di dunia itu saat ini sudah menjadi milik Indonesia. Dengan demikian, dia meminta, pemangku kepentingan terkait untuk tidak khawatir ihwal rencana moratorium ekspor konsentrat tersebut.
“Ingat Freeport itu sudah mayoritas milik kita jangan terbayang-bayang Freeport itu miliknya Amerika, sudah mayoritas kita miliki,” kata dia.
Seperti diketahui, kepemilikan saham mayoritas PTFI saat ini dipegang oleh pemerintah Indonesia sebesar 51,2 persen yang sisanya digenggam FCX. Adapun saham milik pemerintah itu tertuang dari kepemilikan 26,24 persen PT Inalum dan 25 persen PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM).
Baca Juga
PTFI mengalokasikan investasi tambahan mencapai US$18,6 miliar atau setara dengan Rp283,76 triliun terkait dengan pengembangan tambang dan hilirisasi tembaga milik perseroan untuk periode 2021 hingga 2041.
Investasi yang relatif besar itu dilakukan setelah perhitungan cadangan bijih milik perseroan diproyeksikan masih dapat ditambang hingga 2052 mendatang. Malahan, kapasitas sumber daya bijih potensial untuk dikembangkan berdasarkan perkiraan PTFI berada di kisaran 3 miliar ton.
Sebelumnya, PTFI melaporkan kemajuan proyek smelter konsentrat tembaga kedua miliknya di kawasan Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur telah mencapai hampir 50 persen hingga akhir 2022.
"Smelter kedua ini akhir November sudah mencapai 47,4 persen dan diharapkan akhir Desember ini bisa 50 persen," ungkap Presiden Direktur PTFI Tony Wenas kepada Bisnis dikutip Selasa (10/1/2023).
Tony mengatakan, pembangunan fisik dari proyek smelter itu ditargetkan dapat selesai pada akhir 2023 dan mulai dapat memproduksi katoda tembaga pada Mei 2024.
Beroperasinya smelter itu, lanjut Tony, akan menambah produksi katoda tembaga di dalam negeri sekitar 600.000 ton. Menambah produksi saat ini yang sekitar 300.000 ton dari smelter pertama Freeport yang dikelola PT Smelting di Gresik.
Berbarengan dengan proyek Freeport itu, smelter tembaga milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dengan estimasi produksi katoda tembaga sekitar 300.000-400.000 ton juga ditargetkan beroperasi pada 2024. Dengan demikian, produksi katoda tembaga dalam negeri diperkirakan akan mencapai sekitar 1,2 juta ton.
Tony berharap peningkatan yang masif dari sisi produksi katoda tembaga itu juga dapat diimbangi dengan kemampuan serapan di industri hilir.
“Mudah-mudahan industri yang lebih hilir lagi itu bisa tumbuh di dalam negeri dan inilah yang diharapkan adalah terciptanya satu ekosistem dari industri EV [electric vehicle],” kata dia.
Di sisi lain merunut hitung-hitungan AMNT, smelter domestik akan mulai memproduksi 1,1 juta ton katoda tembaga pada 2025 mendatang. Proyeksi itu berasal dari target commercial operation date (COD) dari smelter PTFI dan AMNT yang dipatok efektif pada akhir 2024.
Sementara, permintaan katoda tembaga domestik saat itu baru mencapai di kisaran 300.000 ton. Malahan potensi serapan permintaan industri hilir dipastikan masih bergerak lamban pada 2030 dan 2040 di angka masing-masing 575.000 ton dan 1 juta ton.
“Kapasitas produksi akan penuh di 2025 kita akan kelebihan katoda tembaga untuk konsumsi dalam negeri sekitar 70 persen ini akan jadi isu, jangan harap perusahaan tambang melakukan downstream,” kata President Director AMNT Rachmat Makkasau.