Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi dan kebijakan agar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen (year-on-year/yoy) pada 2023 dapat tercapai.
Airlangga mengatakan langkah tersebut sebagai wujud pemerintah tetap optimistis, waspada, dan antisipatif dalam menghadapi kondisi perekonomian global 2023 yang diprediksi penuh dengan ketidakpastian.
“Kalau kami bicara global, memang global masih ada awan hitam, bahkan Managing Director IMF mengatakan Indonesia itu adalah the bright sight in the dark. Nah tentu Indonesia berharap, karena kita punya resiliensi selama penanganan pandemi covid, ini juga berharap punya resiliensi pada 2023,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (18/1/2023).
Dari sisi manufaktur, PMI Manufaktur Indonesia masih berada di level ekspansif mencapai 50,9 pada Desember 2022 atau berhasil naik dibandingkan November 2022 yang tercatat sebesar 50,3.
Menko Airlangga mengatakan bahwa Pemerintah perlu optimis, tetap menjaga permintaan, serta melakukan tindak lanjut hilirisasi dan pengembangan ekosistem di sektor manufaktur untuk menjaga kinerjanya.
Sedangkan dari sektor riil, pemerintah akan meningkatkan kinerja industri berorientasi ekspor yang semakin berdaya saing. Saat ini terdapat tiga primadona ekspor Indonesia yakni nikel, kelapa sawit dan turunannya, serta batu bara.
Baca Juga
Pemerintah juga telah menetapkan kebijakan larangan ekspor bauksit yang akan berlaku mulai Juni 2023. Mengingat sebagian besar kebutuhan alumina masih impor, pembangunan smelter di dalam negeri menjadi prospek yang menjanjikan.
Untuk mendorong percepatan pembangunan smelter, pemerintah akan mengidentifikasi dan merumuskan dukungan kebijakan terutama yang terkait dengan kebijakan insentif fiskal.
“Karena memang harga bauksit itu relatif rendah, ya dibawah US$60. Tetapi kalau dia sudah menjadi aluminium bisa di atas US$2.300, jadi nilai tambahnya luar biasa. Dan kedua, Pemerintah menyadari bahwa sebagian daripada eksportir itu melakukan investasi yang tidak sepenuhnya direalisasikan,” kata Menko Airlangga.
Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan Airlangga, bahwa pemerintah juga akan merevisi terkait ketetapan lama periode menahan valas dan sanksi Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diatur dalam PBI No. 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor dan PP No.1/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Bila Indonesia menerapkan seperti Thailand yang mewajibkan parkir selama tiga bulan, hal tersebut dapat memperkuat cadangan devisa serta kurs rupiah.
“Dengan ekspor yang baik, kita minta dollarnya itu pulang, dan dollarnya pulang tentu disini dengan tingkat suku bunga tertentu dari sistem perbankan yang ditopang oleh BI. Memang ada permintaan BI, PP 1-nya terkait dengan devisa ini direvisi. Nah kami sedang mempersiapkan itu,” tutup Airlangga.