Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Rumah Sakit Swasta: Kenaikan Tarif INA-CBGs Belum Sesuai Harapan

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia mengharapkan kenaikan tarif Indonesian-Case Based Groups (INA CBGs) dapat mencapai 30 persen.
Ilustrasi rumah sakit/Istimewa
Ilustrasi rumah sakit/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) menilai penyesuaian tarif Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) yang harus dibayarkan oleh BPJS Kesehatan pada 2023 belum optimal.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) ARSSI Ichsan Hanafi mengharapkan kenaikan tarif INA-CBGs mencapai 30 persen. Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan kenaikannya hanya 9,5 persen.

Menurutnya, kenaikan tarif INA-CBGs ini telah lama diharapkan sejak 2016.

“Bayangkan dari 2016, jadi sudah sekitar 6 tahun tidak ada penyesuaian. Kenaikan sekarang itu sebetulnya jauh dari harapan, kami berharapnya supaya kenaikannya itu ada peningkatan sampai 30 persen,” kata Ichsan saat dihubungi Bisnis, Selasa (17/1/2023). 

Ichsan beralasan bahwa kenaikan 9,5 persen tersebut tidak dapat menutupi laju inflasi, upah minimum regional (UMR), hingga harga-harga kebutuhan yang mengalami peningkatan. Dengan alasan tersebut, dia menilai penyesuaian tarif sekarang ini masih sangat kurang. 

“Kecuali untuk nonINA-CBGs  sudah memenuhi. Namun, kami tetap bersyukur saja, sudah 6 tahun [baru ada penyesuain], kami terima,” imbuhnya. 

Meskipun demikian, Ichsan memastikan mutu layanan rumah sakit swasta terus ditingkatkan. Menurutnya, peningkatan mutu merupakan suatu keharusan. 

“Tentunya dengan peningkatan tarif, mutu itu harus tetap kita jaga. Bahkan, lebih baik lagi dan memberikan pelayanan yang terbaik,” tuturnya. 

Dia juga berharap apabila terdapat penyesuaian tarif kembali pada 2024, besaran kenaikan tarif dapat sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaku industri rumah sakit.  Dia juga memaklumi bahwa kebijakan pemerintah ini merupakan penyesuaian di masa transisi. 

Industri kesehatan diketahui telah ditempa pandemi Covid-19 sejak 2020. Selain itu, BPJS Kesehatan sempat mengalami defisit beberapa tahun silam. 

“Kami mengakui ini masa transisi ya sudah semoga ke depannya ada perbaikan lagi,” tandasnya. 

Dihubungi terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi membenarkan bawah tarif INA-CBGs naik sekitar 9,5 persen. 

“Iya [naik 9,5 persen],” kata Nadia kepada Bisnis, Selasa (17/1/2023). 

Kendati demikian, Nadia menyebutkan bahwa untuk masing-masing layanan sifatnya sangat variatif karena bermacam tindakan dan ada penyesuaian.

Untuk diketahui, tarif Indonesian-Case Based Groups alias tarif INA-CBGs merupakan besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur, meliputi seluruh sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis maupun nonmedis.

Tarif INA-CBG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023, mencakup tarif untuk pelayanan:

a. administrasi pelayanan;

b. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

dasar di unit gawat darurat;

c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi

spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis; d. tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun

non-bedah sesuai dengan indikasi medis;

e. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, termasuk untuk pemberian sekurang-kurangnya 7

(tujuh) hari obat penyakit kronis;

f. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai

dengan indikasi medis;

g. rehabilitasi medis;

h. rehabilitasi psikososial sesuai indikasi medis

dengan terapi medis;

i. pelayanan darah, termasuk kantung darah;

j. pelayanan pemulasaran jenazah pada pasien yang

meninggal di fasilitas kesehatan, tidak termasuk

peti jenazah;

k. pelayanan kontrasepsi meliputi:

1) pelayanan KB pascapersalinan;

2) KB pascakeguguran;

3) pemasangan/pencabutan Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim (AKDR) dan Implan interval

dengan indikasi medis;

4) tubektomi/Metode Operasi Wanita (MOW)

interval dengan indikasi medis; dan

5) penanganan komplikasi penggunaan

kontrasepsi;

l. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD),

untuk pemasangan pertama;

m. perawatan inap non-intensif; dan

 n. perawatan inap di ruang intensif.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper